Minggu, 25 Maret 2012

PTK (CLASSROOM ACTION RESEARCH)

PTK (CLASSROOM ACTION RESEARCH)


Keberhasilan pengajaran dalam meningkatkan pemahaman materi-subjek yang utuh dan kritis berhubungan erat dengan upaya pengajar dan pembelajar untuk mengkonstruksi kerangkaberpikir bersama. Upaya mengkonsruksi tersebut diwujudkan melalui interaksi kognitif komponen-komponen materi-subjek, pengajar, dan pembelajar dalam bentuk kegiatan dialog dan argumentasi dari proses belajar– mengajar .

Istilah materi-subjek, pengajar, dan pembelajar, disatu pihak, dan mengkonstruksi dilain pihak, masing-masing adalah totalitas dan logika -internal dari PBM. Interaksi dari ketiga komponen totalitas tersebut berlangsung berdasarkan hubungan ketergantungan yang saling menguntungkan dengan melihat setiap komponen sebagai kewenangan wacana menurut posisinya masing-masing. Kewenangan pelajar adalah sebagai pengendali yang berkaitan dengan tugas menyelaraskan materi-subjek untuk meningkatkan interaksi kelas. Kewenangan pelajar adalah sebagai pemula yang berkaitan dengan tugas memahami nilai kebenaran dari materisubjek melalui interaksi kelas. Kewenangan materi-subjek adalah sebagai rujukan nilai
kebenaran bagi interaksi kelas karena peranannya sebagai wakil disiplin ilmu.

Beberapa dasar penting dari penelitian kelas perlu dikemukakan terlebih dahulu untuk membuka jalan kepada penelitian kelas untuk berkembang mandiri. Kemandirian ini dimungkinkan oleh domain, epistemology, dan metologi penelitian kelas yang khas dan terpisah dari penelitian standar. Kemandirian tersebut bersumber dari pandangan bahwa PBM adalah penomena wacana yang secara mendasar mempunyai system kemaknaan melebihi penomena alamiah yang membatasi diri pada kemaknaan pisik. Contohnya, dalam penelitian IPA penggunaan metapor (model visual) dianggap mengurangi ketetapan eksplanasi, sedangkan dalam wacana metapor merupakan instrument sosial untuk mengungkapkan makna kesehariharian yang lebih mendalam.

Penerapan penelitian standar dalam PBM dalam demikian perlu dihindari karma merupakan tindakan yang kurang hati-hati dan kurang menghargai hakekat kompleksitas masalah. Dalam penomena alam, tidak dilibatkan aspek kejiwaan sedangkan dalam wacana ini merupakan tugas mendasar yang perlu diungkapkan yang diterimakan sebagai motif (niat, keinginan, intuisi, keyakinan, dsb). Perbedaan ini secara epistemology menghendaki metodologi dan pada akhirnya system eksplanasi yang melibatkan dasar-dasar wacana untuk mengungkapkan motif tersebut. Penelitian standar yang mengabaikan aspek motif ini juga mengabaikan sipat dasar kewacanaan PBM.

A. Apakah Penelitian Tindakan Kelas Itu ?
Sejalan dengan umur penelitian kelas yang masih relatip muda, aspek metodologi juga menjadi isu penting, karma berkaitan erat dengan sejuah mana penelitian kelas dapat dipertahankan jika di ingat bahwa kehadirinnya merupakan reaksi terhadap tradisi penelitianstandar yang telah mapan. Pandangan lintas disiplin yang mendasari penelitian-kelas nampaknya masih harus menghadapi sekat-sekat disiplin keilmuan yang masih terlalu kuat dipertahankan. Cukup mengherankan, umpamanya, melihat bahwa Hand book of Research on Science Teaching and Learning (Gabel, 1994) tidak menyinggung penelitian-kelas. Dasar pandangannya yang memisahkan mengajar dari belajar kiranya masih dominant cukup menjadi hambatan bagi seseorang yang mendalami PBM.

Pandangan Pakar Eksakta

Tidak dilibatkannya penelitian kelas dalam Hand book of Research on Science Teachingand Learning menunjukan suatu ketidak-perdulian yang cukup serius terhadap realita permasalahan yang dihadapi pengajar dilapangan. Sebagai buku rujukan bagi penelitian pendidikan science, keadaan tersebut merupakan ketidak-perdulian profresional yang cukup mengkuatirkan. Kekurang-perdulian tersebut terlihat dari :

(1) Kurangnya penghargaan terhadap kompleksitas dari PBM sehingga tidak merasa perlu melibatkan penelitian lainnya yang secara metodologi tidak sejalan dengan pandangan penelitian standar. Penelitian pengajaran MIPA dianggap perlu sejalan dengan penelitian standar, karma kemiripan substansi dari penelitian, yaitu MIPA, yang kiranya suatu kekeliruan, karma PBM bukanlah penomena alamiah seperti halnya MIPA, melainkan penomena wacana.

(2) Lebih mendasar, kurangnya pandangan mengenai totalitas dan logika internal yang mengendalikan PBM, karma terlalu ketatnya hubungan antara kegiatan penelitian dengan kegiatan observasi. Inpomasi yang diperoleh adalah hasil observasi langsung dianggap sebagai data atau pakta untuk menunjang suatu klaim dilain pihak, penelitian sosial tidak dapat langsung menjadikan inpormasi hasil observasi menjadi data, melainka baru merupakan sumber data yang masih diperhalus menjadi data. Kompleksitas dari sumber data tidak memungkinkannya dapat langsung diambil menjadi data.

Mengingat telah membudayanya penelitian-standar secara meluas pertanyaan mengenai bagaimana membebaskan diri dari pandangannya merupakan pertanyaan yang mendasar bagi penelitiaan kelas. Tanpa disadari, dalam melaksanakan penelitian kelas, peneliti cenderung membaurkannya dengan penelitiaan standar. Sebagai contoh, konsep sample masih digunakan oleh sementara pakar penelitian-kelas (lihat, Hopkins, 1989; Garnett dan Treagust, 1992) karna masih kuatnya asosiasi pekerjaan meneliti dengan tugas membuat generalisasi. Keadaan ini perlu disayangkan karna asosiasi semacam ini kurang menghargai pandangan dasar penelitian-kelas.

Walaupun demikian, penelitian-kelas dibelakangan ini telah mulai memperlihatkan kontribusinya terhadap pemahaman PBM yang ilaksanakan secara actual didalam kelas (lihat contohnya, Geddis, Onslow, Beynon, dan Oesach, 1992;Valeras, 1996). Kontribusi tersebut terwujud melalui hasil temuan yang menggambarkan totalitas kehidupan kelas sebagai hubungan ketergantungan antara pengajar, pembelajar, dan materi subjek. Pengertian hasil temuan didalam penelitian ini kiranya sangat berbeda bagi seseorang yang melakukan penelitian dengan tradisi formalistic. Bagi penelitian naturalistic, hasil temuan berupa pemahaman dan pengukuhan yang mendalam mengenai kehidupan kelas dapat menjadi dasar untuk menjelaskan isu serupa, bukannya mengklaim bahwa hasil temuan berlaku bagi populasi tertentu.

Konstruksi Pengetahuan Sebagai Tugas Utama PBM

Studi mengenai kehidupan kelas pada akhirnya harus memperlihatkan logika-internal PBM yang dapat diungkapkan berdasarkan motif atau tema pokok yang mengendalikan hubungan ketergantungan komponen-komponen pengajar, pembelajaran, dan materi-subyek. Fungsi motif hanya dapat diungkapkan dengan melihat PBM sebagai fenomena wacana, karena totalitas kegiatan yang membentuk hubungan ketergantungan tersebut berlangsung menggunakan bahasa untuk berlangsungnya interaksi. Unit-unit tindakan yang membentuk kegiatan tersebut merupakan unit-unit wacana yang juga merupakan unit analisis bersama setiap komponen dalam hubungan antar-ketergantungan tersebut. Adanya unt analisis bersama ini merupakan fasilitas untuk mengungkapkan hubungan antar-ketergantungan dari komponenkomponen dalam PBM.

Untuk memahami lebih dekat bagaimana kiranya proses mengkonstruksi pengetahuan berlangsung, diperlukan metodologi tersendiri yang dikembangkan berdasarkan pemahaman terhadap permasalahan PBM. Metodologi ini pada dasarnya adalah suatu enkuari hasil pengembangan etnografi berdasarkan sifat dasar wacana dari totalitas PBM. Etnografi adalah suatu metoda antropologi untuk mengungkapkan suatu fenomena yang berada dalam situasi, tempat, dan kondisi suatu budaya tertentu. Sebagai suatu enkurasi, etnografi bukan hanya sekedar metoda untuk memperoleh dan merekam sumber data, melainkan suatu pendekatan yang perlu disesuikan dengan analisis wacana. Observasi sebagai instrumen utama perlu diperdalam dengan hasil interviu terhadap guru, hasil pekerjaan pembelajar, yang keseluruhannya perlu terlebih dahulu direkam untuk memungkinkan analisis berdasarkan satu sistim deskriptif dari totalitas PBM. Istilah penelitian-kelas digunakan sebagai istilah umum untuk merujuk berbagai metoda penelitian lapangan tersebut yang membentuk sistim deskriptif tersebut. Jika dapat diartikulasikan secara teoretis, pengetahuan dari hasil penelitian-kelas dapat menjadi sumber pengetahuan lapangan untuk melengkapi pengetahuan formal pengajar yang sudah ada. Usaha ini hanya dapat dilakukan melalui penelitian-kelas, karena dalam mengembangkan pengetahuan formalnya, peneliti perlu mengenal isu lapangan yang diminati dan perlu bersikap berhati-hati dalam menerapkan teori formal yang belum mengenal makna kesehari-harian dari pelaksanaan PBM.

Definisi Penelitian Tindakan Kelas

Deskripsi penelitian kelas pada bagian sebelumnya meletakkan dasar bagi definisi pendahuluan penelitian tindakan kelas; definisi yang lebih ketat dan formal sebenarnya masih terlalu sulit karena konsep mengenai penelitian kelas itu sendiri berkembang mengikuti pemahaman yang semakin mendalam. Diantaranya, menyangkut masih belum memadainya deskripsi metodologi karena masih perlu mempertimbangkan inti permasalahan PBM. Jadi, untuk sementara, definisi yang cukup memadai adalah bahwa; Penelitian tindakan kelas adalah suatu upaya untuk menjelaskan berbagai aspek dari hubungan antar-ketergantungan materi-subyek, pembelajar, dan pengajar sehubungan dengan isu totalitas dan logika-internal dari tugas social mengkonstruksi pengetahuan dari PBM. Upaya untuk memahami PBM diwujudkan melalui observasi langsung/tak-langsung, dan interviu menurut lingkungan alamiah PBM mengikuti kehati-hatian pandangan naturalistic dalam menjaga agar dampak intervensi dapat ditekan sampai sekecil mungkin. Agenda pengamatan seyogianya didasari oleh teori tertentu agar pengumpulan data dapat mengacu pada sistim deskriptif tertentu. Sistim ini merupakan perwujudan dari pandangan totalitas dalam menerapkan metodologi penelitian kelas.

B. Mengapa PenelitianTindakan Kelas?

Alasan utama beralihnya pandangan pakar pendidikan kepada penilitian tindakan kelas berawal dari keinginan untuk menyeimbangkan penilitian standar dengan penilitian lapangan nyata dari tugas mengajar. Temuan-temuan dalam penelitian standar hanya menghasilkan eksplanasi sepihak dan terbatas mengenai PBM; jadi, sebenarnya kurang memadai sebagai dasar untuk merencanakan untuk merencanakan dan merealisasikan proses PBM. Penelitian standar ini perlu dilengkapi dengan penelitian lapangan, diantaranya dengan fungsi konteks belajar-mengajar dalam kehidupan kelas sehari-hari.pengajar dilapangan sebenarnya mempunyai pengetahuanpraktis mengajar yang perlu dipadukan dengan pandangan teoritis PBM.

Sejarah mengenai penelitian pengajaran menurut isu keefektivan dan proses dan produk merupakan pelajaran berharga dari peneliti tidak mengulangi kekeliruan yang menimpa berbagai metoda belajar-mengajar berdasarkan isu tersebut. Di antaranya, kasus yang menimpa teknologi instruksional berupa pembelajaran berprogram adalah kekeliruan karena membatasi proses belajar pada prilaku nampak. Kasus yang menimpa pengajaran bahasa metoda audiolingualism
yang pada awalnya dihargai sebagai teori yang paling maju di dalam linguistic dan psikologi prilaku, berakhir dengan jalan buntu. Metoda audiolingualism adalah metoda yang dikembangkan berdasarkan teori yang cukup maju dari linguistic dan psikologi behaviorisme
(lihat Hambatan Metodologi, bab 2) yang walaupun cukup berhasil dalam latihan bahasa kemiliteran tetapi kurang berhasil dalam pengajaran kelas. Pembelajar cepat bosan oleh latihan berulang-ulang yang menjadi kegiatan utama, dan, lebih mengecewakan, pembelajar sebenarnya tidak memperoleh tambahan pengetahuan dari apa yang telah dikuasai (Allwright dan Bailey, 1991).

Dominasi penelitian-standar berdampak kurang menunjang keperdulian terhadap kesulitan dan hambatan nyata yang dihadapi oleh pengajar. Penelitian pendidikan standar umumnya dilaksanakan berdasarkan keperdulian pakar-luar berdasarkan isu keefektivan, dan proses dan produk. Isu ini tidak bersifat intrinsic terhadap permasalahan dalam totalitas dan logika internal PBM. Pakar tersebut, terutama kurang menghargai keutuhan masalah PBM terlihat dari upayanya yang terlalu memusatkan diri pada peranan pembelajar, peranan komponen pengajar dan komponen materi-subyek kurang dilibatkan. Orientasi penelitian-standar adalah untuk memenuhi keperluan institusi atau birokrat akan informasi untuk mendasari suatu kebijakan; bukan untuk memahami dan menolong pengajar memecahkan masalah nyata yang dihadapi di dalam kelas. Orientasi ini juga berhubungan dengan tujuan dasar, yaitu, mengukuhkan nilai empiric dari teori tertentu yang diwujudkan dalam bentuk antar-hubungan yang cukup terbatas dari variable-variabel penelitian. Variabel tersebut berkaitan erat dengan sifat populasi tertentu terlepas dari kekhasan anggota-anggota populasi. Validitas hasil-tamuan ditentukan oleh criteria seberapa jauh pengambilan sample mewakili populasi.

Kriteria dalam melaksanakan penilitian-standar tertuju pada kualitas desain, pengukuran variabel, pengolahan data secara statistic, dan tinjauan cermat atas data yang juga berfungs sebagai bukti. Hipotesis dirumuskan untuk menunjukkan bahwa kesahihan hasil-temuan dicapai jika mendapat dukungan statistic. Hipotesis yang dikukuhkan diasumsikan berlaku terhadap populasi atau kondisi yang sama dengan yang teliti. Keunggulan yang dicoba dikukuhkan adalah bahwa penelitian-standar ini mampu memanpankan bukti secara objektif dengan menghindari subjektifitas dan keputusan berdasarkan nilai tertentu. Dengan demikian konklusi yang sama akan diperoleh jika seseorang ingin melakukan replikasi dari penelitian tersebut.

Keadaan diatas berdampak hilangnya kekuatan intellektual dari penelitian pendidikan; peneliti kurang mempunyai keperdulian terhadap logika-internal yang sebenarnya merupakan sumber dari permasalahan. Kebanyakan penelitian dilaksanakan sebagai tugas admistratif untuk memperbaiki pengajaran terlepas dari masalah yang lebih mendasar yang dihadapi oleh pengajar.

Peneliti tidak berupaya untuk melihat lebih jauh permasalahan yang dihadapi melebihi daripada sekedar permasalahan teknis. Logika-internal dari PBM dari yang merupakan sumber dari problema dan sebenarnya yang perlu diteliti, umumnya lepas dari perhatian peneliti, keadaan ini dapat dipahami karena metodologi untuk mengungkapkannya praktis belum secara menyeluruh diupayakan.

Tujuan Dasar PenelitianTindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas mencoba mewujudkan keingintahuan peneliti secara utuh mengenai apa sebenarnya yang terjadi di dalam kelas melalui observasi kegiatan PBM. Peneliti kelas mempunyai lahan tersendiri dan secara metodologi dan teoretis berbeda dari penelitian standar.

Terdapat dua tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian kelas.
(1) Mencoba mengatasi kesulitan yang dialami oleh studi tindakan (action research) dengan menjaga pekerjaan tetap konsistensi terhadap dasar teori tertentu.

(2) Mengembangkan penelitian yang tidak terjangkau oleh penelitian standar; yaitu, kehidupan nyata didalam kelas sebagai dunia mikro pendidikan yang dicoba diungkapkan menggunakan metodologi tertentu dengan melihatnya sebagai upaya mengkonstruksi pengetahuan.

Tujuan pertama dapat dicapai dengan menggunakan studi etnografi sebagai dasar, karena pada awalnya sudah berpandangan konstruktivisme (Mahoon, 1977). Studi ini melihat bahwa kegiatan di dalam kelas merupakan dunia tertentu dari tugas mengkonstruksi pengetahuan oleh pengajar dan pembelajar. PBM dipelajari berdasarkan rumusan yang sudah mapan mengenai subyek / atau kejadian-kejadian pengajaran sehubungan dengan tuntutan pemahaman atas materisubyek.

Dunia tersebut perlu dipertahankan sebagai target esensial untuk memahami proses pendidikan. Hasil pemahaman yang cukup memadai dalam bentuk logika internal PBM merupakan dasar pemetaan dan pendalaman masalah disatu pihak dan juga saran penyelesaiannya dilain pihak. Tujuan kedua dicapai melalui pengungkapan totalitas PBM berupa upaya untuk menggali permasalahan nyata yang dihadapi oleh pengajar. Kriteria ini kurang diperdulikan dalam penelitian-standar maupun kajian tindakan.

Dari perbedaan diatas, dapat dilihat bahwa sebenarnya penelitian kelas dan penelitian standar mempunyai domain dan dasar teori yang berbeda. Domain penelitian kelas adalah dunia mikro sedangkan domain penelitian standar adalah dunia makro dari pendidikan. Dari aspek
pengembangan teori, penelitian kelas masih perlu membatasi diri pada tugas mendeskripsi PBM dan memanpankan pengetahuan praktis mengajar guru; penelitian standar dilain pihak lebih menekankan pada tugas membuat pengukuhan mengenai aspek-aspek terpisah dari PBM untuk kepentingan pengelolaan institusional atau birokrat.

Jadi, perbedaan penelitian kelas dan penelitian standar bukan perbedaan kualitas, dan bukan juga perbedaan jenis (genre). Perbedaan ini berarti, kedua pandangan ini tidak bisa dipadu (sintesa) menjadi satu pandangan walaupun ini tidak menutup kemungkinan penggabungannya di dalan satu studi. Tetapi lebih penting, metodologi yang mendasari penelitian-kelas tidak perlu dijelaskan dan didukung oleh metodologi penelitian standar. Kemandirian penelitian kelas merupakan kondisi yang perlu diyakini oleh peneliti, yaitu, secara domain, metodologi, dan teori terpisah dari dasar penelitian standar. Keyakinan ini diperlukan agar dalam mengembangkan diri calon peneliti tidak disusahkan oleh kekuatiran mengenai perbedaan ini.

Masing-masing penelitian tersebut mempunyai dasar yang berbeda dalam memperkirakan keabsahan hasil tamuan. Jika dalam penelitian standar keperdulian utama adalah perluasan klaim melalui pengukuhan probabilistic (stastistik), dalam penelitian kelas keperdulianya adalah pendalaman interpretasi terhadap fenomena berdasarkan keterpaduan (coherency) eksplanasi yang dikembangkan.

Mengembangkan Pengetahuan-praktis Pelajar

Dengan demikian pandangan naturalistic kiranya cukup memadai walaupun ini perlu dipertajam dengan pandangan sosial (khususnya analisis-wacana) sebagai dasar metodologi untuk mengembangkan kriteria totalitas, dan dasar teoretis untuk meletakkan dasar keabsahan dari proses mengkonstruksi pengetahuan dari PBM.

Dasar analisis-wacana memberikan kemudahan dalam mengembangkan mendeskripsi pendahuluan mengenai interaksi belajar-mengajar; dasar argumentatif wacana memberikan kemudahan untuk memperdalam dan menguji keterpaduan eksplanasi yang dirumuskan sebagai jawaban terhadap masalah. Keterpaduan eksplanasi dikembangkan berdasarkan model Argumentasi Toulmin (1958).Sejalan dengan tugas pengungkapan makna, model ini yang menggunakan aspek substantif sebagai dasar untuk mengembangkan eksplanasi. Model ini membuka jalan untuk mendeskripsikan variasi dalam mengkonstruksi pengetahuan materisubyek dalam kehidupan kelas sehubungan dengan criteria totalitas dari kegiatan belajarmengajar. Yang dimaksud dengan peranan teori dalam penelitian kelas adalah dalam konteks theorizing yang mendekati PBM dalam rangka merefleksikan secara sistematik dan kritis mengenai pelaksanaan mengajar.

Upaya untuk secara sistematik dan krisis melibatkan dasar filosofi, penggunaan bukti, dan rujukan terhadap teori. Tetapi tidak ada alasan bahwa pekerjaan tersebut akan berakhir dengan teori. Penelitian kelas berkenaan dengan menolong pengajar untuk berteori, yaitu, berpikir lebih sistematik, kritis, dan inteligen mengenai praktek mengajar

Walaupun pandangan dari definisi tersebut sudah mirip dengan penelitian kelas dalam buku ini, disayangkan bahwa pandangan mengenai fenomena PBM sebagai wacana untuk merumuskan totalitas dan logika internal belum menjadi perhatian. Dengan bekal diatas, tujuan pragmatis dari penelitian kelas untuk mendeskripsikan dunia yang dikonstruksi di dalam kehidupan kelas dapat diarahkan pada pendalaman pemahaman. Tugas mengajar dan bagaimana pengetahuan-praktis guru berkembang dapat dideskripsi lebih cermat daripada sekedar pengamatan. Seperti halnya dalam profesi kedokteran dimana studikasus merupakan sumber data bagi pengembangan ilmu, hal ini kiranya juga berlaku untuk profesi pendidikan. Pengetahuan-praktis pengajar yang dibangun dari pengalaman yang cukup lama dapat menjadi sumber pengetahuan untuk melengkapi pengetahuan formal para pakar pendidikan.

Untuk mewujudkan tujuan di atas, pengetahuan-praktis pengajar berpengalaman (‘the wisdom of practice; Shulman,1986) perlu didokumentasi untuk merumuskan bagaimana pengetahuan tersebut berkembang mulai dari pengajar pemula hingga hingga menjadi pengajar ahli. Selama ini, Pengetahuan-praktis pengajar kurang dikembangkan menjadi pengetahuan formal, karena belum dikodifikasi (tacit knowledge). Ini menyebabkan pengajar berpengalaman sukar mengungkapkan pengetahuannya kepada pengajar pemula. Jika ini dapat diatasi, jangka waktu untuk menjadi guru ahli yang berkisar 10 hingga 15 tahun dapat dipersingkat berdasarkan pengetahuan-praktis tersebut.

C. Apa Kendala dalam Penelitian Tindakan Kelas
Kompleksitas dari PBM merupakan beban mental yang cukup berat, yang membawa pengembangan penelitian kepada situasi yang sulit, terutama dalam aspek metodologi. Secara intutif, kecanggihan metodologi penelitian tindakan kelas perlu melebihi kerumitan masalahmasalah yang muncul dalam kehidupan kelas. Seyogianya, metodologi tersebut harus mampu mendeskripsikan tidak saja setiap komponen PBM tetapi juga, terutama, menjelaskan interaksi komponen-komponen tersebut yang masih beragam oleh peranan konteks, budaya, dan nilai lingkungan. Metodologi yang hanya mampu menganalisis salah satu aspek saja adalah metodologi yang ‘tumpul’ yang tidak memberikan gambaran utuh mengenai suatu permasalahan. Kerumitan masalah kiranyan perlu juga diimbangai dengan metodologi yang canggih yang mengenal kerumitan permasalahan.

Tiga kesukaran dalam metodologi penelitian tindakan kelas dapat dirumuskan sehubungan dengan kerumitan dari PBM.

(1) Perlunya suatu model empiric yang dapat memetakan PBM berdasarkan komponen pelaku, interaksi komponen, dan konteks dari proses.
(2) Norma dan nilai yang berubah-ubah menurut sekolah dan kelas perlu dipisahkan menurut langsung-tidaknya peranannya terhadap PBM. Pemisahan ini membantu dalam mendokumentasi hasil penelitian.
(3) Fungsi evaluatif dari penelitian, karena kehidupan kelas menyangkut nilai dan norma yang diaktualisasikan sebagai budaya kelas, perlu dilihat sebagai isu terpisah.

Dapat dimengerti mengapa banyak penelitian yang mencoba menghindari kesukaran di atas karena alasan bahwa norma dan nilai sukar diobservasi dan bahkan bersipat maya (elusif). Kondisi ini kurang sejalan dengan pandangan penelitian standar yang mensyaratkan bahwa obyek penelitian harus dapat diamati, dimanipulasi, dan diukur. Pandangan sederhana ini telah membawa upaya untuk memahami kehidupan kelas kurang berkembang.

Proses wacana dalam mengkonstruksi pengetahuan selalu melibatkan motif (Mathiesen, 1994), tetapi pandangan ini bersifat kontradiktif dengan criteria dalam penelitian standar. Karena: Penelitian tindakan kelas (oleh penelitian standar) tidak bertujuan, dan sebenarnya tidak mampu, memanpankan “fakta” dalam pengertian yang sederhana sekalipun, tidak juga “fakta” dapat langsung menjurus pada kebijakan atau pelaksanaan yang dapat memperbaiki nasib manusia (Biddle dan Anderson, 1986).

Kurang berhasilnya penelitian standar mengatasi ketidak-mampuan tersebut disebabkan oleh penggunaan metodologi yang kurang potensil menangani sifat elusive fakta yang selalu merupakan permasalahan. Walaupun demikian, peneliti perlu tetap mengusahakan pengungkapan masalah dalam kelas meningkatkan kemampuan metodologi untuk membuat perkiraan yang cukup beralasan. Peneliti perlu meyakini bahwa suatu penelitian yang walaupun belum sempurna tetapi berupaya memecahkan masalah nyata dapat meningkatkan citra profesional yang lebih baik daripada sikap ketidak-perdulian profesional.

Mendeskripsikan Pengetahuan, Nilai dan Norma

Sifat data dari PBM yang elusive merupakan sumber kesulitan dalam mengembangkan penelitian-kelas,; yaitu, pengamatan PBM tidak dapat menghasilkan perumusan langsung mengenai apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh pengajar. Dengan hanya meminta pengajar untuk menyatakan apa yang diyakini dan diketahuinya tidak menjamin bahwa apa yang dilaporkan dapat mengungkapkan pandangannya yang lebih mendalam. Mengabaikan kemungkinan seseorang mencoba memberi ‘kesan’ pandai, menimbulkan kesukaran dalam memperkirakan apa yang dilaporkan. Jikapun tersedia cara tertentu untuk melaporkan proses mentalnya, ini masih dipersulit oleh peristilahan yang belum dikodifikasi untuk memungkinkan berlangsungnya suatu komunikasi.

Belum ada solusi teoretis yang cukup memadai untuk mengembangkan suatu metodologi yang mampu merumuskan hasil observasi sebagai fakta. Metodologi yang ada mungkin belum mampu mengungkapkan bagaimana pengajar memikirkan pekerjaan mereka. Sebaliknya, pengajar juga kurang mampu mengungkapkan keragaman pandangan yang digunakannya untuk berbagai konteks. Keadaan ini digambarkan oleh Schwab (1959) sebagai kesenjangan konseptualisasi: Konsep yang dikembangkan oleh pihak akademisi kurang lentur dalam mendeskripsikan pengetahuan-praktis pengajar.

Pendekatan terhadap Permasalahan

Kesulitan di atas juga berdampak pada upaya untuk menentukan pendekatan terhadap permasalahan. Keadaan ini masih dipersulit oleh keaneka-ragaman komponen dalam PBM, terutama, komponen pengajar yang dapat beragam menurut umur, jenis kelamin, pengalaman, kemampuan, dlsb, yang keseluruhannya menyebabkan keragaman dalam PBM. Tetapi asumsi bahwa PBM meruoakan fenomena wacana memudahkan perumusan pendakatan karena memungkinkan lapis-lapis permasalahan dirumuskan menjadi tema-tema berdasarkan sumber data transkrip dari PBM. Sumber ini adalah hasil pengalihan rekaman audio dari interksi verbal PBM menjadi rekaman tertulis berdasarkan analisis wacana. Sebagai sumber data, kelengkapan data dapat terpelihara; pengungkapan PBM dan keutuhan aspek-aspek social, budaya, dan pengetahuan yang mengendalikan proses tersebut tetap terpelihara kewajarannya. Dilengkapi dengan sumber data lain seperti hasil observasi, dan interview, tugas mengungkapkan kehidupan kelas dapat lebih rinci dalam mendeskripsikan totalitas dan lebih menggali informasi yang merupakan karakteristik dari logika-internal PBM.

Data Implikatif vs. Data Observasi

Kesulitan di atas membawa kepada pandangan terhadap sifat dasar data dalam penelitiankelas yang perlu dipahami oleh peneliti. Seperti telah dikemukakan, data dalam penelitian-kelas bukan hasil observasi langsung, melainkan hasil implikasi dari sumber data. Keragaman dalam norma, nilai dari materi-subyek dalam penelitian-kelas merupakan kondisi yang perlu disadari yang menuntut kehati-hatiannya terhadap data langsung hasil observasi. Disamping sifatnya yang elusif setiap jenis data merupakan aspek tertentudari kegiatan belajar-mengajar. Kesimpulan langsung berdasarkan salah satu aspek tidak menggambarkan totalitas permasalahan; kesimpulan ini masih perlu dilihat hubungannya dengan aspek lain.

D. Bagaimana Mengatasi Kendala dalam Penelitian Tindakan Kelas
Kerumitan masalah PBM seperti yang dikemukakan di bagian seblumnya menjelaskan mengapa penelitian-kelas kurang berkembang sebagai kegiatan penelitian yang mpan. Akan tetapi alas an kerumitan masalah kiranya kurang tetap sebagai dasar untuk menghindari penelitian-kelas. Alasan ini mengarah pada ketidak-perdulian profesional yang sebagaimana sudah menggejala dapat menyulitkan kewibawaan pengajar dan institusi pendidikan guru dalam membina kewenangan professional untuk menyelesaikan berbagai masalah pengajaran.

Sebagai upaya awal untuk mengatasi kendala di atas, para peneliti perlu menghargai dasar intelektualitas dari pekerjaan mengajar. Dari pihak pakar pengajaran, diperlukan suatu sikap yang menghargai pengetahuan-praktis pengajar dan keinginan untuk memahaminya. Dari pihak pengajar, diperlukan upaya yang cukup tekun untuk mengartikulasi pengetahuan-praktis mengajar yang sama kedudukannya dengan pengetahuan formal mengajar. Seperti halnya dalam profesi kedokteran, pengembangan ilmu kedokteran mendapat banyak masukan dari pekerjaan dokter-dokter di lapangan, demikian juga hendaknya dengan pengembangan ilmu pengajaran perlu didukung oleh pengetahuan praktis-mengajar

Metodologi Naturalistik

Belum tersedianya suatu prosedur penelitian yang menyeluruh dan praktis merupakan kendala yang cukup menyulitkan bagi calon peneliti dalam penelitian-kelas. Dilain pihak, prosedur yang dikemukakan dalam buku teks penelitian-standar masih sukar diterapkan, karena perbedaan pandangan mengenai fungsi dan jenis data. Penelitian kelas melibatkan wacana dan materi-subyek yang melibatkan data verbal yang tidak dapat langsung berfungsi sebagai data.

Analisis data verbal memerlukan interpretasi, subyektif, berupa interviu, mengenai peranan konteks dan kelokalan makna. Peranan ini perlu dikaitkan dengan tindakan guru atau pembelajar untuk memungkinkan pemahaman yang utuh dan mendalam mengenai PBM. Prosedur tersebut perlu terlebih dahulu diorganisasi ke dalam suatu rancangan penelitian naturalistic. Usaha ini dipermudah dengan mempelajari jenis-jenis penelitian tindakan kelas yang telah mapan dilaksanakan dalam lahan permasalahan PBM. Diantaranya yang telah dibuat sistematikannya adalah penelitian (mis) konsepsi, pemecahan masalah oleh pembelajar mengenai topik tertentu eksplanasi pengajar, pengajaran remedial.. Lahan-lahan penelitian ini menggunakan metodologi tertentu yang cukup mapan yang karena keabsahannya telah diterima dalam journal penelitian.

Penggunaan Metoda Ganda
Kerumitan pelaksanaan penelitian-kelas menuntut bahwa metodologi yang digunakan perlu melibatkan metoda-ganda yang dibahas tersendiri (bab 4). Metoda ini adalah presedur untuk menentukan dan merekam sumber data berdasarkan instrument yang berbeda tetapi keseluruhannya merujuk kepada suatu system deskriptif tertentu. Diantaranya metoda yang cukup mendasar adalah:

(1) Data tes tertulis
(2) Perekaman data verbal secara audio dan kalau memungkinkan audiovisual
(3) Interviu

ketiga sumber data tersebut bekerja saling melengkapi. Hasil tes digunakan untuk mengelompokkan subyek penelitian ke dalam kelompok atas, tengah dan bawah (elaborasi domain). Hasil rekaman setelah diubah menjadi transkipsi dan akhirnya menjadi struktur wacana digunakan sebagai data dasar untuk mendiskripsikan PBM. Deskripsi tersebut masih perlu dimapankan dengan sumber data interviu, untuk merinci struktur wacana (elaborasi substantif) maupun sintaktial (penalaran). Prosedur untuk memperkirakan keabsahan studi diwujudkan melalui triangulasi data dari setiap metoda yang digunakan.

Dasar Teori Pekerjaan Terdahulu

Penelitian-standar dengan pertanyaan yang tertentu, desain yang akurat, dan data yang absyah, menjurus pada permasalahan yang sempit dan kurang menunjang pengembangan teori yang utuh dan mendalam. Tugas dalam penelitian-kelas, dilain pihak, menuntut keutuhan latar belakang teori dan metodologi yang cukup mampu mengungkapkan permasalahan dan cukup mampu mengatasi kerumitan permasalahan. Banyaknya factor yang perlu dipertimbangkan dan bagaimana factor tersebut diorganisasi menjadi suatu metodologi yang menyatu kiranya merupakan pekerjaan yang cukup sulit dan menuntut upaya yang memadai.

Unuk mengatasi keadaan di atas, peneliti perlu terlebih dahulu mendalami pekerjaan terdahulu yang serupa yang telah mapan dalam meletakkan dasar teori maupun metodologi dalam area yang diminati. Disini, peneliti perlu meyakini bahwa penelitiannya dan pekerjaan yang terdahulu tersebut mempunyai kesamaan permasalahan; berarti juga mempunyai kesamaan dalam teori, metodologi, dan substansi penelitian. Tetapi, pekerjaan yang akan dilaksanakan perlu sedapat mungkin merupakan pendalaman (replikasi intensif) atau perluasan (replikasi ekstensif). Dengan penyelarasan seperti ini, peneliti dapat beban untuk intelektualisasi (arti penting teoretis, metodologis, dan substansi) permasalahan yang penanganannya membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Dasar teori dan metodologi dari pekerjaan yang dirujuk banyak menolong upaya peniliti dalam merancang suatu penelitian yang berpadu secara teori, metodologi, dan substansi.

E. Bagaimana Menyederhanakan Penelitian Tindakan Kelas

Khususnya, cara yang cukup mapan dan memadai yang ditempuh peneliti dengan memusatkan perhatian pada pekerjaan yang telah dilaporkan dalam jurnal penelitian internasional. Diantaranya yang dapat direkomendasi adalah Journal of Research in Science Education, Science education, Internasional Journal of Science Education. Untukbidang pengajaran social, kebahasaan, dan disiplin keilmuan lainnya, cara praktis ini dapat juga diberlakukan dengan membuat penyesuaian dalam keragaman wacana akademik yang mewarnai setiap jenis laporan dan tradisi keilmuan masing-masing (domain substansi). Jadi walaupun orientasi buku ini adalah disiplin MIPA, kemungkinan penerapannya ke disiplin lainnya cukup terbuka karena fungsi wacana keilmuan penelitiannya cukup sejalan.

Emulasi Penelitian

Istilah emulasi kiranya tepat untuk menggambarkan dan mewujudkan upaya memahami dan mengembangkan ketrampilan meneliti di samping untuk menyerderhanakan pekerjaan dalam penelitian-kelas. Istilah ini dapat berarti menyaingi yang mungkin berkonotasi ambisius, tetapi dilihat secara positif, istilah menyaingi dapat berarti meningkatkan pekerjaan tersebut. Peningkatan di sini merujuk pada upaya menambah kualitas pendalaman secara baik teori, metodologi, maupun kemaknaan masalah yang dihadapi menurut fungsi lokalitasnya.

Konotasi positif dari istilah emulasi juga karena mengasampingkan kesan meniru dari pekerjaan penyederhanaan, karena menuntut reflikasi intensif (pedalaman) dan elaborasi ekstensif (perluasan substantif). Penerapan emulasi di atas menunjukan perlunya kesesuaian antara dasar dan pendekatan yang diterapkan dalam laporan penelitian (jurnal) dengan pandangan yang dikemukakan dalam bukuini. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, kesesuaian tersebut berhubungan erat dengan pendekatan analisis-wacana diperlukan untuk mengungkapkan aspek social dari tugas mengkonstruksi ilmu secara utuh. Di sini, pentingnya peneliti mengembangkan pekerjaannya berdasarkan laporan penelitian tertentu berhubungan erat dengan kemudahan metodologi yang diperankan oleh analisis wacana. Menggabungkan begitu banyak aspek menjadi suatu rancangan penelitian yang terpadu adalah pekerjaan yang terlalu sulit. Pekerjaan ini memerlukan waktu yang cukup lama, karena menuntut tugas membaca yang cukup banyak untuk membangun pemahaman yang menyeluruh dan mendalam mengenai permasalahan yang akan diteliti. Penelitian dengan topik yang walaupun sama tetapi dikerjakan secara terpisah oleh peneliti yang berbeda akan menghasilkan pekerjaan yang cukup berbeda.

Kemungkinan ini sejalan dengan variasi dalam penggabungan metoda, focus penelitian, konteks permasalahan dan latar belakang peneliti. Situasi ini menjelaskan pentingnya kemandirian peneliti dalam mengembangkan diri; walaupun aspek yang perlu dipadukan cukup banyak, peneliti dapat mengatasinya seperti yang dituntut dari seorang peneliti senior. Yaitu, dengan jalan mengemulasi pekerjaan peneliti senior tersebut.

Kondisi pengembangan di atas memberikan kesan bahwa penelitian-kelas bersipfat relative terhadap keahlian dan minat peneliti. Untuk mengatasi ini, focus permasalahan yang ingin diungkapkan perlu dibuat sejelas mungkin. Berdasarkan focus ini, peneliti dapat memilih jurnal penelitian tertentu untuk dijadikan rujukan utama. Jadi, kemungkinan terjadinya kesalahan dalam meneliti yang cukup besar karena keterbatasan pandangan, dapat diatasi dengan memanfaatkan rujukan tertentu.

Totalitas dan Pendalaman Makna

Pendalaman makna sebagai tujuan utama penelitian-kelas perlu mempertimbangkan waktu yang terbatas, terutama jika pekerjaan meneliti berkaitan dengan tugas penyelesaian suatu studi. Pendalaman berupa replikasi perlu dirumuskan lebih operasional., ini tidak perlu mengarah pada penerapan yang sempit dan terbatas. Peneliti dapat mempertimbangkan saran pengembangan yang dibuat dalam laporan ke dalam aspek tertentu, termasuk melihatnya dalam konteks kelokalan masalah.

Pertimbangan tersebut, di antaranya, perlu terlebih dahulu menekankan upaya memperdalam permasalahan dengan melibatkan perbedaan lingkungan social-budaya. Pendalam makna juga perlu menyangkut pendalaman teoretis dan metodologi untuk memungkinkan pelibatan konteks social budaya tertentu dan, lebih penting, mengungkapkan makna lokalitas dari permasalahan.

F. Mengembangkan Fokus Penelitian

Kehidupan didalam kelas dapat dilihat sebagai wadah berpadunya pandangan pengajar dan pembelajar dalam rangka mengkonstruksi pengetahuan.tetapi sifat dasar PBM juga membawa permasalahan ikutan berupa pelibatan berbagai aspek yang secara tradisional keutuhannya kurang diperhatikan.salah satu langkah penting dalam penelitian kelas adalah menemukan focus permasalahan yang baru muncul setelah peneliti melebur diri dengan lingkungan penelitinya.tetapi ini juga perlu diiringi dengan pemahaman dasar teoretis,metodologis dan substantive permasalah.terutama jika diingat bahwa tugas penelitian kelas adalah memahami dan mendeskripsikan totalitas dan logika-internal PBM termasuk factor yang mempengaruhi pengungkapannya.

Tuntutan totalitas di atas mungkin dapat menimbulkan kesukaran dalam menentukan fokus tertentu penelitian-kelas; karena keragaman latar belakang peneliti.tetapi, pengembangan focus penelitian dapat mulai dari antar-aksi dari ketiga komponen PBM.setelah menentukan terlebih dahulu antaraksi dua komponen, komponen lainya dapat dibuat sebagai kondisi. perhatian peneliti dapat di fokuskan pada interaksi kedua komponen tersebut sedangkan komponen ketiga berfungsi sebagai kondisi bagi interaksi tersebut. Sebagai ilustrasi, jika peneliti tertarik pada hubungan antara komponen pengajar dan pembelajar, komponen materi-subyek dapat dibuat sebagai kondisi dengan hanya melibatkan topic tertentu. Komponen pengajar, dapat dibuat bervariasi menurut pengalaman mengajar berdasarkan kategori pengajar senior, madya, atau pemula; komponen pembelajar, dapat divariasi menurut kelompok atas, tengah, dan bawah. Jika focus ini masih terlalu besar, keseluruhan studi dapat dilihat sebagai studi induk dengan studi kecil didefinisikan menurut salah satu kategori.

Fokus di atas, berdasarkan keutuhan masalah belum lengkap, karena pengaruh konteks belum dilibatkan. Dengan membuat komponen materi-subyek tiadak bervariasi, pengaruh konteks dapat juga dikembangkan berdasarkan hasil pekerjaan yang sudah ada. Pengalaman makna dengan demikian berkaitan dengan peranan konteks tetapi ini dapat dibatasi pada interaksi social pengajar dan pembelajar. Jadi, dapat diperkirakan bahwa focus penelitian kelas terletak pada interaksi kognitif dari wacana mengkonstruksi ilmu.

Pemetaan Masalah

Ilustrasi pengembangan focus di atas menunjukan pentingnya suatu masalah dilihat secara totalitas menurur budaya-sosial dari kehidupan kelas. Agar tidak terkecoh oleh permasalahan yang muncul sebagai gejala, penelitian-kelas seyogianya merupakan suatu upaya terorganisasi, setiap gejala perlu dipetakan menurut lapis-lapis permasalahan. Di sini, pemetaan masalah merupakan suatu upaya awal penting sebelum dikembangkan menjadi masalah tertentu.

Untuk mendukung upaya ini, peneliti perlu memahami keseluruhan aspek dari permasalahan. Dasar pemetaan masalah bersumber pada totalitas PBM yang dibentuk oleh interaksi pengajar, pembelajar, dan materi-subyek dalam rangka mengkonstruksi ilmu. Kualitas ekspalansi dalam menghasilkan pemetaan ditentukan oleh criteria keterpaduan. Criteria keterpaduan dapat dipenuhi jika metoda-metoda yang digunakan menghasilkan temuan-temuan yang saling menunjang (koroborasi), memperkaya (elaborasi), atau inisiasi (membuka suatu area pendalaman yang baru).

Permasalahan yang ‘genuine dan significant’ jarang dapat ditemukan dalam bentuk yang sudah siap untuk diteliti, melainkan dimulai dengan penemuan dan pengenalan sebagai sesuatu yang problematic. Jawaban untuk permasalahan tidak dapat langsung diperoleh dari hasil bacaan dan intuisi, melainkan memerlukan analisis yang cermat untuk menemukan unsur-unsur pembentuknya. Pada tahap yang lebih maju, unsur-unsur penelitian mulai dapat dipisahkan, peneliti menemukan permasalahan yang sudah menyarankan pemecahannya. Pada tahap akhir, peneliti sudah mampu mendefinisikan permasalahan secara operasional dan menyarankan bagaimana pengumpulan data harus dilaksanakan.

Di bagian metodologi, dasar pemikiran untuk mengembangkan focus penelitian di atas dikembangkan lebih lanjut. Suatu pendekatan yang cukup mampu untuk memayungi baik permasalahan teori, metodologi, maupun substansi, perlu diperkenalkan agar peneliti dapat mulai mengenal kekuatan intelektual yang diperlukan dalam mengatasi berbagai masalah penelitian. Peranan peneliti sebagai pelaksana (fungsionaris) perlu dihindari, karena peranan sepereti ini disamping kurang menghargai kekuatan intelektual, tetapi juga mengecilkan arti penting tugas meneliti sebagai tugas mengembangkan ilmu. Tugas ini sukar dipenuhi oleh pandangan peneliti sebagai funfsioris dengan kekuatan intelektual yang terbatas.


http://massofa.wordpress.com/2012/01/05/ptk-classroom-action-research/


IKLAN

CV ZAIF ILMIAH (BIRO JASA PEMBUATAN PTK, KARYA ILMIAH, PPT PEMBELAJARAN, RPP, SILABUS, DLL))

Ingin membuat PTK tapi merasa sulit????

Ingin membuat Karya Ilmiah tetapi kesusahan???
Ingin membuat presentasi powerpoint untu pembelajaran merasa sulit dan gaptek?????

Ingin membuat RPP dan silabus serta perangkat pembelajaran tetapi susah?????

Kini tidak usah bingung lagi ada Pak Zaif yang siap membantu berbagai kesulitan dan kesusahan yang anda hadapi di bidang pendidikan di CV Zaif Ilmiah semua masalah anda di bidang pendidikan akan dibantu, ingin membuat PTK saya bantu, membuat Karya Ilmiah saya bantu, membuat berbagai perangkat pembelajaran saya bantu untuk info lebih lanjut hubungi Contact Person 081938633462

INSYA ALLAH semua kesulitan dan kesusahan anda akan ada solusinya jangan lupa hubungi Pak Zaif di nomer 081938633462 ATAU lewat E-mail di zaifbio@gmail.com. DIJAMIN PTK ATAU KARYA ILMIAHNYA BARU LANGSUNG DIBIKINKAN BUKAN STOK LAMA ATAU COPY PASTE SEHINGGA DIJAMIN ORIGINALITASNYA

TERIMA KASIH DAN SALAM GURU SUKSES

Senin, 19 Maret 2012

Penelitian Tindakan Kelas














Pendahuluan

Anda adalah guru yang sudah banyak jam terbangnya, bukan? Pasti Anda punya banyak pengalaman, baik manis maupun pahit, dalam mengajar. Pengalaman manis dapat Anda rasakan ketika siswa-siswa Anda berhasil meraih prestasi, yang sebagian merupakan kontribusi Anda. Dan, Anda pasti menginginkan siswa-siswa Anda selalu berhasil meraih prestasi terbaik. Namun, mungkin keinginan Anda yang mulia tersebut lebih sering tidak tercapai karena berbagai alasan. Misalnya, mungkin Anda sering menemukan siswa-siswa tidak bersemangat, kurang termotivasi, kurang percaya diri, kurang disiplin, kurang bertanggung jawab dsb. Pasti Anda sudah melakukan upaya untuk mengatasinya, tetapi mungkin hasilnya masih jauh dari yang Anda inginkan.


Dan Anda masih ingin mengatasi masalah-masalah yang Anda temukan di kelas, bukan? Mengapa tidak mencoba mengatasinya lewat suatu kegiatan penelitian tindakan? Mendengar kata ’penelitian’ mungkin Anda ingat pengalaman pahit ketika dulu meneliti untuk skripsi Anda karena harus mengembangkan instrumen yang berkali-kali direvisi atas saran dosen pembimbing, harus minta ijin ke sana ke sini, harus terjun ke lapangan menemui responden, yang tidak selalu menyambut dengan ramah kedatangan Anda, harus kecewa karena angket tidak semua dikembalikan, harus menganalisis data dan seirng tersandung masalah statistik, dan setelah analisis selesai, harus kecewa karena hasilnya tidak selalu siap dipraktikkan di dunia nyata. dsb. Singkatnya, kegiatan penelitian tidak mudah karena pertanggungjawaban teoretisnya cukup berat.

Anda tidak perlu mengalami itu semua ketika Anda melakukan penelitian tindakan. Mengapa? Karena jenis penelitian ini memang berbeda dengan jenis penelitian lain. Kalau jenis penelitian lain layaknya dilakukan oleh para ilmuwan di kampus atau lembaga penelitian, penelitian tindakan layaknya dilakukan oleh para praktisi, termasuk Anda sebagai guru. Kalau jenis penelitian lainnya untuk mengembangkan teori, penelitian tindakan ditujukan untuk meningkatkan praktik lapangan. Jadi penelitian tindakan adalah jenis penelitian yang cocok untuk para praktisi, termasuk guru.

Mari kita bicarakan hal ikhwal tentang penelitian tindakan. Kalau Anda pernah mempelajarinya, pembicaraan ini berfungsi untuk menyegarkan kembali atau memperkaya apa yang telah Anda ketahui. Kalau Anda belum tahu banyak, lewat pembicaraan ini Anda akan mengenalnya, memahaminya, dan akhirnya berminat untuk melaksanakannya, untuk mencapai cita-cita Anda yang mulia, yaitu meningkatkan keberhasilan mendidik, mengajar dan melatih murid-murid Anda, yang akan memberikan sumbangan yang signifikan pada peningkatkan kualitas pendidikan nasional. Seperti tercantum dalama UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, Pasal 3, pendidikan nasional befungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan salah satu tujuan kemerdekaan bangsa kita, seperti dinyatakan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, upaya Anda untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas merupakan amalan mulia karena memberikan kontribusi dalam mengisi kemerdekaan yang telah direbut lewat pengorbanan yang tidak sedikit.

Mari kita menyamakan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan kelas (PTK).



Apa yang Dimaksud dengan PTK dan Apa Ciri-cirinya?

Karena penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan dunia nyata, maka ia cocok untuk Anda sebagai guru. Anda mungkin heran kenapa istilah ’penelitian’ yang biasanya berkenaan dengan teori sekarang dijodohkan dengan istilah ’tindakan’. Keheranan Anda tidak berlebihan karena memang jenis penelitian ini tergolong muda dibandingkan dengan penelitian tradisional yang telah ratusan tahun dikembangkan. Uraian beberapa butir di bawah ini akan dapat membantu Anda dalam memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan (Silakan baca Burns, 1999: 30; Kemmis & McTaggrt, 1982: 5; Reason & Bradbury, 2001: 1).

Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK.

Apakah kegiatan penelitian tindakan tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama sekali tidak, karena justru ia dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Kalau begitu, apakah penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja? Benar. Apakah berarti bahwa subyek dalam PTK termasuk murid-murid Anda? Benar. Lalu bagaimana cara untuk menjaga kualitas PTK? Apakah boleh bekerjasama dengan guru lain? Benar. Anda bisa melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator Anda.

Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis pula, apakah peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada? Benar. Anda memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Kalau begitu, apakah diperlukan kerangka kerja agar masalah praktis dapat dipecahkan dalam situasi nyata? Benar. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi.



Apa syarat-syarat agar PTK Anda berhasil?

Untuk dapat meraih perubahan yang diinginkan melalui PTK, apakah ada syarat-syarat lain? Betul, silakan baca McNiff, Lomax dan Whitehead (2003). Pertama, Anda dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Andil itu mungkin terwujud jika ada maksud yang jelas dalam melakukan intervensi tersebut. Kedua, Anda dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai. Ketiga, tindakan yang Anda lakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran mengakui kelemahan/kekurangan diri. Keempat, tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan. Kelima, penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya. Keenam, Anda mesti mamantau secara sistematik agar Anda mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi. Kutujuh, Anda perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio, riwayat subjektif yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan riwayat fiksional. Kedelapan, Anda perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik tersebut di atas, yang mencakup (1) identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh (dibantu) wawasan teoretik yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain (misalnya lewat tinjauan pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama penjelasannya; (2) mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya; dan (3) teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan dengan cara tertentu. Kesembilan,Anda perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk: (1) tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4) bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik. Kesepuluh, Anda perlu memvalidasi pernyataan Anda tentang keberhasilan tindakan Anda lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.



Apa yang dapat Dicapai lewat Penelitian Tindakan Kelas?

Pertanyaan ini dapat diubah menjadi, ”Kapan Anda secara tepat dapat melakukan PTK?” Jawabnya: Ketika Anda ingin meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggung jawab Anda dan sekaligus ingin melibatkan murid-murid Anda dalam proses pembelajaran (lihat Cohen dan Manion, 1980). Dengan kata lain, Anda ingin meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman Anda terhadap praktik tersebut, dan situasi pembelajaran kelas Anda (Grundy & Kemmis, 1982: 84). Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran Anda, perilaku murid-murid Anda di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas Anda. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas.

PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas. Di ruangan kelas, PTK dapat berfungsi sebagai (Cohen & Manion, 1980: 211): (a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas; (b) alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat; (c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif; (d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti; (e) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. Ada dua butir penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya. Kedua, penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan.



Kriteria dalam Penelitian Tindakan

Benarkah PTk harus memenuhi kriteria tertentu? Benar. Seperti layaknya penelitian, PTK harus memenuhi kriteria validitas. Akan tetapi, makna dasar validitas untuk penelitian tindakan condong ke makna dasar validitas dalam penelitian kualitatif, yaitu makna langsung dan lokal dari tindakan sebatas sudut pandang peserta penelitiannya (Erickson, 1986, disitir oleh Burns, 1999). Jadi kredibilitas penafsiran peneliti dipandang lebih penting daripada validitas internal (Davis, 1995, disitir oleh Burns, 1999). Karena PTK bersifat transformatif, maka kriteria yang cocok adalah validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogis, yang harus dipenuhi dari awal sampai akhir penelitian, yaitu dari refleksi awal saat kesadaran akan kekurangan muncul sampai pelaporan hasil penelitiannya (Burns, 1999: 161-162, menyitir Anderson dkk,1994).



Validitas: demokratik, hasil, proses, katalitik, dan dialoguis

Validitas Demokratik berkenaan dengan kadar kekolaboratifan penelitian dan pencakupan berbagai suara. Dalam PTk, idealnya Anda, guru lain/pakar sebagai kolaborator, dan murid-murid Anda masing-masing diberi kesempatan menyuarakan apa yang dipikirkan dan dirasakan serta dialaminya selama penelitian berlangsung. Pertanyaan kunci mencakup: Apakah semua pemangku kepentingan (stakeholders) PTK (guru, kolaborator, administrator, mahasiswa, orang tua) dapat menawarkan pandangannya? Apakah solusi masalah di kelas Anda memberikan manfaat kepada mereka? Apakah solusinya memiliki relevansi atau keterterapan pada konteks kelas Anda? Semua pemangku kepentingan di atas diberi kesempatan dan/atau didorong lewat berbagai cara yang cocok dalam situasi budaya setempat untuk mengungkapkan pendapatnya, gagasan-gagasannya, dan sikapnya terhadap persoalan pembelajaran kelas Anda, yang fokusnya adalah pencarian solusi untuk peningkatan praktik dalam situasi pembelajaran kelas Anda. Misalnya, dalam kasus penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran bahasa Inggris, pada tahap refleksi awal guru-guru yang berkolaborasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas, siswa, Kepala Sekolah, dan juga orang tua siswa, diberi kesempatan dan/atau didorong untuk mengungkapkan pandangan dan pendapatnya tentang situasi dan kondisi pembelajaran bahasa Inggris di sekolah terkait. Hal ini dilakukan untuk mencapai suatu kesepatakan bahwa memang ada kekurangan yang perlu diperbaiki dan kekurangan tersebut perlu diperbaiki dalam konteks yang ada, atau juga disebut kesepakatan tentang latar belakang penelitian. Selanjutnya, diciptakan proses yang sama untuk mencapai kesepakatan tentang masalah-masalah apa yang ada, yaitu identifikasi masalah, dan tentang masalah apa yang akan menjadi fokus penelitian atau pembatasan masalah penelitian. Kemudian, proses yang sama berlanjut untuk merumuskan pertanyaan penelitian atau merumuskan hipotesis tindakan yang akan menjadi dasar bagi perencanaan tindakan, yang juga dilaksanakan melalui proses yang melibatkan semua peserta penelitian untuk mengungkapkan pandangan dan pendapat serta gagasan-gagasannya. Proses yang mendorong setiap peserta penelitian untuk mengungkapkan atau menyuarakan pandangan, pendapat, dan gagasannya ini diciptakan sepanjang penelitian berlangsung.

Validitas Hasil mengandung konsep bahwa tindakan kelas Anda membawa hasil yang sukses di dalam konteks PTK Anda. Hasil yang paling efektif tidak hanya melibatkan solusi masalah tetapi juga meletakkan kembali masalah ke dalam suatu kerangka sedemikian rupa sehingga melahirkan pertanyaan baru. Hal ini tergambar dalam siklus penelitian pada Gambar 1 di bawah, di mana ketika dilakukan refleksi pada akhir tindakan pemberian tugas yang menekankan kegiatan menggunakan bahasa Inggris lewat tugas ‘information gap’, ditemukan bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dan sebagian besar siswa merasa takut salah, cemas, dan malu berbicara. Maka timbul pertanyaan baru, ‘Apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi agar siswa tidak takut salah, tidak cemas, dan tidak malu sehingga dengan suka rela aktif melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran?’ Hal ini menggambarkan bahwa pertanyaan baru timbul pada akhir suatu tindakan yang dirancang untuk menjawab suatu pertanyaan, begitu seterusnya sehingga upaya perbaikan berjalan secara bertahap, berkesinambungan tidak pernah berhenti, mengikuti kedinamisan situasi dan kondisi. (Mohon dicermati uraian masing-masing tahap dan kesinambungan masalah yang timbul). Validitas hasil juga tergantung pada validitas proses pelaksanaan penelitian, yang merupakan kriteria berikutnya.

Validitas Proses berkenaan dengan ‘keterpercayaan’ dan ‘kompetensi’, yang dapat dipenuhi dengan menjawab sederet pertanyaan berikut: Mungkinkah menentukan seberapa memadai proses pelaksanaan PTK Anda? Misalnya, apakah Anda dan kolaborator Anda mampu terus belajar dari proses tindakan tersebut? Artinya, Anda dan kolaborator secara terus menerus dapat mengkritisi diri sendiri dalam situasi yang ada sehingga dapat melihat kekurangannya dan segera berupaya memperbaikinya. Apakah peristiwa atau perilaku dipandang dari perspektif yang berbeda dan melalui sumber data yang berbeda agar terjaga dari ancaman penafsiran yang ‘simplistik’ atau ‘rancu’?

Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang disebut di atas, para peneliti dapat menentukan indikator kelas bahasa Inggris yang aktif, mungkin dengan menghitung berapa siswa yang aktif terlibat belajar menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi lewat tugas-tugas yang diberikan guru, dan berapa banyak bahasa Inggris yang diproduksi siswa, yang bisa dihitung dari jumlah kata/kalimat yang diproduksi dan lama waktu yang digunakan siswa untuk memproduksinya, serta adanya upaya guru memfasilitasi pemelajaran siswa. Kemudian jika keaktifan siswa terlalu rendah yang tercermin dalam sedikitnya ungkapan yang diproduksi, guru secara kritis merefleksi bersama kolaborator untuk mencari sebab-sebabnya dan menentukan cara-cara mengatasinya. Kalau diperlukan, siswa yang tidak aktif didorong untuk menyuarakan apa yang dirasakan sehingga mereka tidak mau aktif dan siswa yang aktif diminta mengungkapkan mengapa mereka aktif. Perlu juga ditemukan apakah ada perubahan pada diri siswa sesuai dengan indikator bahwa para siswa berubah lewat tindakan pertama berupa pemberian tugas ‘information gap’ dan tindakan kedua berupa pembelakuan kriteria penilaian, dan perubahan pada diri guru dari peran pemberi pengetahuan ke peran fasilitator dan penolong. Begitu seterusnya sehingga pemantauan terhadap perubahan hendaknya dilakukan secara cermat dan disimpulkan lewat dialog reflektif yang demokratik.

Perlu dicatat bahwa kompetensi peneliti dalam bidang terkait sangat menentukan kualitas proses yang diinginkan dan tingkat kemampuan untuk melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan. Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, misalnya, kualitas proses akan sangat ditentukan oleh wawasan, pengetahuan dan pemahaman sejati peneliti tentang (1) hakikat kompetensi komunikatif, (2) pembelajaran bahasa yang komunikatif yang mencakup pendekatan komunikatif bersama metodologi dan teknik-tekniknya, dan (3) karakteristik siswanya (intelegensi, gaya belajar, variasi kognitif, kepribadian, motivasi, tingkat perkembangan/pemelajaran) dan pengaruhnya terhadap pembelajaran bahasa asing. Jika wawasan, pengetahuan dan pemahaman tersebut kuat, maka peneliti akan dapat dengan lebih mudah menentukan perilaku-perilaku mana yang menunjang tercapainya perubahan yang diinginkan dengan indikator yang tepat, dan juga perilaku-perilaku mana yang menghambatnya.

Namun demikian, hal ini masih harus didukung dengan kemampuan untuk mengumpulkan data, misalnya melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan dan harian. Dalam mengamati, tim peneliti dituntut untuk dapat bertindak seobjektif mungkin dalam memotret apa yang terjadi. Artinya, selama mengamati perhatiannya terfokus pada gejala yang dapat ditangkap lewat pancainderanya saja, yaitu apa yang didengar, dilihat, diraba (jika ada), dikecap (jika ada), dan tercium, yang terjadi pada semua peserta penelitian, dalam kasus di atas pada peneliti, guru dan siswa. Dalam pengamatan tersebut harus dijaga agar jangan sampai peneliti melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi. Seperti telah diuraikan di depan, perlu dijaga agar tidak terjadi penyampuradukan antara deskripsi dan penafsiran. Kemudian, diperlukan kompetensi lain untuk membuat catatan lapangan dan harian tentang apa yang terjadi. Akan lebih baik jika para peneliti merekamnya dengan kaset audio atau audio-visual sehingga catatan lapangan dapat lengkap. Singkatnya, kompetensi peneliti dalam bidang yang diteliti dan dalam pengumpulan data lewat pengamatan partisipan sangat menentukan kualitas proses tindakan dan pengumpulan data tentang proses tersebut.

Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang Anda capai realitas kehidupan kelas Anda dan cara mengelola perubahan di dalamnya, termasuk perubahan pemahaman Anda dan murid-murid terhadap peran masing-masing dan tindakan yang diambil sebagai akibat dari perubahan ini.

Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, validitas katalitik dapat dilihat dari segi peningkatan pemahaman guru terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat dan factor-faktor yang memfasilitasi pembelajaran. Misalnya faktor-faktor kepribadian (lihat Brown, 2000) seperti rasa takut salah dan malu melahirkan inhibition dan kecemasan. Sebaliknya, upaya-upaya guru untuk mengorangkan siswa dengan mempertimbangkan pikiran dan perasaan serta mengapresiasi usaha belajarnya merupakan faktor positif yang memfasilitasi proses pembelajaran. Selain itu, validitas katalitik dapat juga ditunjukkan dalam peningkatan pemahaman terhadap peran baru yang mesti dijalani guru dalam proses pembelajaran komunikatif. Peran baru tersebut mencakup peran fasilitator dan peran penolong serta peran pemantau kinerja. Validitas katalitik juga tercermin dalam adanya peningkatan pemahaman tentang perlunya menjaga agar hasil tindakan yang dilaksanakan tetap memotivasi semua yang terlibat untuk meningkatkan diri secara stabil alami dan berkelanjutan. Semua upaya memenuhi tuntutan validitas katalitik ini dilakukan melalui siklus perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai dalam penelitian akademik. Secara khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau melalui tinjauan sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya, review sejawat dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat sarasehan atau dialog reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK lainnya, yang semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’.

Kriteria validitas dialogis ini dapat juga mulai dipenuhi ketika penelitian masih berlangsung, yaitu secara beriringan dengan pemenuhan kriteria demokratik. Yaitu, setelah seorang peserta mengungkapkan pandangan, pendapat, dan/atau gagasannya, dia akan meminta peserta lain untuk menanggapinya secara kritis sehingga terjadi dialog kritis atau reflektif. Dengan demikian, kecenderungan untuk terlalu subjektif dan simplistik akan dapat dikurangi sampai sekecil mungkin. Untuk memperkuat validitas dialogik, seperti telah disebut di atas, proses yang sama dilakukan dengan sejawat peneliti tindakan lainnya, yang jika memerlukan, diijinkan untuk memeriksa semua data mentah yang terkait dengan yang sedang dikritisi.



Trianggulasi untuk Mengurangi Subjektivitas

Bagaimana Anda meningkatkan validitas PTK Anda? Tidak lain dengan meminimalkan subjektivitas melalui trianggulasi. Anda sebagai pelaku PTK dapat menggunakan metode ganda dan perspektif kolaborator Anda untuk memperoleh gambaran kaya yang lebih objektif. Bentuk lain dari trianggulasi adalah: trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, trianggulasi peneliti, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999: 164). Trianggulasi waktu dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dalam waktu yang berbeda, sedapat mungkin meliputi rentangan waktu tindakan dilaksanakan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin bahwa efek perilaku tertentu bukan hanya suatu kebetulan. Misalnya, data tentang proses pembelajaran dengan seperangkat teknik tertentu dapat dikumpulkan pada jam awal, tengah dan siang pada hari yang berbeda dan jumlah pengamatan yang memadai, katakanlah 4-5 kali. Trianggulasi peneliti dapat dilakukan dengan pengumpulan data yang sama oleh beberapa peneliti sampai diperoleh data yang relatif konstan. Misalnya, dua atau tiga peserta penelitian dapat mengamati proses pembelajaran yang sama dalam waktu yang sama pula. Trianggulasi ruang dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang sama di tempat yang berbeda. Dalam contoh proses pembelajaran bahasa Inggris di atas, ada dua atau tiga kelas yang dijadikan ajang penelitian yang sama dan data yang sama dikumpulkan dari kelas-kelas tersebut. Trianggulasi teoretis dapat dilakukan dengan memaknai gejala perilaku tertentu dengan dituntun oleh beberapa teori yang berbeda tetapi terkait. Misalnya, perilaku tertentu yang menyiratkan motivasi dapat ditinjau dari teori motivasi aliran yang berbeda: aliran behavioristik, kognitif, dan konstruktivis.


Reliabilitas

Reliabilitas data PTK Anda secara hakiki memang rendah. Mengapa? Karena situasi PTk terus berubah dan proses PTK bersifat transformatif tanpa kendali apapun (alami) sehingga sulit untuk mencapai tingkat reliabilitas yang tinggi, padahal tingkat reliabilitias tinggi hanya dapat dicapai dengan mengendalikan hampir seluruh aspek situasi yang dapat berubah (variabel) dan hal ini tidak mungkin atau tidak baik dilakukan dalam PTK. Mengapa tidak mungkin? Karena akan bertentangan dengan ciri khas penelitian tindakan itu sendiri, yang salah satunya adalah kontekstual/situasional dan terlokalisasi, dengan perubahan yang menjadi tujuannya. Penilaian peneliti menjadi salah satu tumpuan reliabilitas PTK. Cara-cara meyakinkan orang atas reliabilitas PTK termasuk: menyajikan (dalam lampiran) data asli seperti transkrip wawancara dan catatan lapangan (bila hasil penelitian dipublikasikan), menggunakan lebih dari satu sumber data untuk mendapatkan data yang sama dan kolaborasi dengan sejawat atau orang lain yang relevan.



Kelebihan dan Kekurangan PTK

PTK memiliki kelebihan berikut (Shumsky, 1982): (1) tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK; (2) tumbuhnya kreativitias dan pemikiran kritis lewat interaksi terbuka yang bersifat reflektif/evaluatif dalam PTK; (3) dalam kerja sama ada saling merangsang untuk berubah; dan (4) meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan dialogis dalam PTK (silakan lihat Passow, Miles, dan Draper, 1985).

PTK Anda juga memiliki kelemahan: (1) kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar penelitian pada Anda sendiri karena terlalu banyak berurusan dengan hal-hal praktis, (2) rendahnya efisiensi waktu karena Anda harus punya komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya sementara Anda masih harus melakukan tugas rutin ; (3) konsepsi proses kelompok yang menuntut pemimpin kelompok yang demokratis dengan kepekaan tinggi terhadap kebutuhan dan keinginan anggota-anggota kelompoknya dalam situasi tertentu, padahal tidak mudah untuk mendapatkan pemimpin demikian.



Persyaratan Keberhasilan PTK

Agar PTK berhasil, persyaratan berikut harus dipenuhi (Hodgkinson, 1988): (1) kesediaan untuk mengakui kekurangan diri; (2) kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru; (3) dorongan untuk mengemukakan gagasan baru; (4) waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan; (5) kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang terlibat; dan (6)pengetahuan tentang dasar-dasar proses kelompok oleh peserta penelitian.



Penelitian Tindakan Kolaboratif

Kolaborasi atau kerja sama perlu dan penting dilakukan dalam PTK karena PTK yang dilakukan secara perorangan bertentangan dengan hakikat PTK itu sendiri (Burns, 1999). Beberapa butir penting tentang PTK kolaboratif Kemmis dan McTaggart (1988: 5; Hill & Kerber, 1967, disitir oleh Cohen & Manion, 1985, dalam Burns, 1999: 31): (1) penelitian tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu yang dilakukan oleh sekelompok peneliti melalui kerja sama dan kerja bersama, (2) penelitian kelompok tersebut dapat dilaksanakan melalui tindakan anggota kelompok perorangan yang diperiksa secara kritis melalui refleksi demokratik dan dialogis; (3) optimalisasi fungsi PTK kolaboratif dengan mencakup gagasan-gagasan dan harapan-harapan semua orang yang terlibat dalam situasi terkait; (4) pengaruh langsung hasil PTK pada Anda sebagai guru dan murid-murid Anda serta sekaligus pada situasi dan kondisi yang ada.

Kolaborasi atau kerja sama dalam melakukan penelitian tindakan dapat dilakukan dengan: mahasiswa; sejawat dalam jurusan/sekolah/lembaga yang sama; sejawat dari lembaga/sekolah lain; sejawat dengan wilayah keahlian yang berbeda (misalnya antara guru dan pendidik guru, antara guru dan peneliti; antara guru dan manajer); sejawat dalam disiplin ilmu yang berbeda (misalnya antara guru bahasa asing dan guru bahasa ibu); dan sejawat di negara lain (Wallace, 1998).



Prinsip-prinsip penelitian tindakan kolaboratif

Tiga tahap PTK kolaboratif adalah: prakarsa, pelaksanaan, dan diseminasi (Burns, 1999: 207-208). Butir-butir tentang prakarsa yang perlu dipertimbangkan dalam PTK Anda (Burns, 1999: 207):

1. Sejauh dapat dilakukan, agenda PTK tindakan hendaknya ditarik dari kebutuhan-kebutuhan, kepedulian dan persyaratan yang diungkapkan oleh semua pihak Anda sendiri, sejawat, kepala sekolah, murid-murid, dan/atau orangtua murid) yang terlibat dalam konteks pembelajaran/kependidikan di kelas/sekolah Anda;

2. PTK Anda hendaknya benar-benar memanfaatkan keterampilan, minat dan keterlibatan Anda sebagai guru dan sejawat;

3. PTK Anda hendaknya terpusat pada masalah-masalah pembelajaran kelas Anda, yang ditemukan dalam kenyataan sehari-hari. Namun demikian, hasil PTK Anda daapt juga memberikan masukan untuk pengembangan teori pembelajaran bidang studi Anda;

4. Metodologi PTK Anda hendaknya ditentukan dengan mempertimbangkan persoalan pembelajaran kelas Anda yang sedang diteliti, sumber daya yang ada dan murid-murid sebagai sasaran penelitian.

5. PTK Anda hendaknya direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara kolaboratif. Tujuan, metode, pelaksanaan dan strategi evaluasi hendaknya Anda negosiasikan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) terutama penelitian Anda, sejawat, murid-murid, dan kepala sekolah (yang mungkin diperlukan dukungan kebijakannya).

6. PTK Anda hendaknya bersifat antardisipliner, yaitu sedapat mungkin didukung oleh wawasan dan pengalaman orang-orang dari bidang-bidang lain yang relevan, seperti ilmu jiwa, antropologi, dan sosiologi serta budaya. Jadi Anda dapat mencari masukan dari teman-teman guru atau dosen LPTK yang relevan.

Dalam PTK, butir-butir pelaksanaan di bawah harus dipertimbangkan (Burns, 1999: 207-208):

1. Anda sebagai pelaku PTK hendaknya berupaya memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakannya. Upayakan mendapatkan dari pemimpin dukungan dan bantuan secara terus menerus dalam tahap-tahap pelaksanaan, diseminasi, dan tindak-lanjut penelitiannya.

2. PTK Anda selayaknya dilakukan dalam kelas sendiri.

3. PTK Anda akan berjalan dengan baik jika terkait dengan program peningkatan guru dan pengembangan materi di sekolah atau wilayah sendiri.

4. PTK Anda hendaknya dipadukan dengan komponen evaluasi.

Dalam tahap diseminasi PTK perlu dipertimbangkandua butir berikut (Burns, 1999: 208)

1. Bentuk pelaporan hasil penelitian tindakan ditentukan oleh audiens sasaran. Jika audiens sasarannya adalah guru-guru bahasa Inggris di SD, misalnya, bentuk laporannya berbeda dengan jika audiens sasarannya adalah pendidik guru bahasa Inggris di universitas.

2. Jaringan kerja dan mekanisme yang tersedia di dalam lembaga pendidikan Anda hendaknya digunakan untuk menyebarkan hasil penelitian terkait. Misalnya, penyebaran hasil penelitian dilakukan lewat simposium guru, sarasehan MGMP, atau seminar daerah.



Kelebihan dan Kelemahan PTK Kolaboratif

Apa kelemahan dan kelebihan PTK? Kelebihannya seperti dikatakan Burns (1999: 13) sebagai berikut. Proses penelitian kolaboratif memperkuat kesempatan bagi hasil penelitian tentang praktik pendidikan untuk diumpanbalikkan ke sistem pendidikan dengan cara yang lebih substansial dan kritis. Proses tersebut mendorong guru untuk berbagi masalah-masalah umum dan bekerja sama sebagai masyarakat penelitian untuk memeriksa asumsi, nilai dan keyakinan yang sedang mereka pegang dalam kultur sosio-politik lembaga tempat mereka bekerja. Proses kelompok dan tekanan kolektif kemungkinan besar akan mendorong keterbukaan terhadap perubahan kebijakan dan praktik. Penelitian tindakan kolaboratif secara potensial lebih memberdayakan daripada penelitian tindakan yang dilakukan secara individu karena menawarkan kerangka kerja yang mantab untuk perubahan keseluruhan.

Selain itu, ada kelebihan lain dari PTK kolaboratif (Wallace, 1998: 209-210): (1) kedalaman dan cakupan, yang artinya makin banyak orang terlibat dalam proyek penelitian tindakan, makin banyak data dapat dikumpulkan, apakah dalam hal kedalaman (misalnya studi kasus kelas bahasa Inggris) atau dalam hal cakupan (misalnya beberapa studi kasus suplementer; populasi yang lebih besar), atau dalam keduanya dan ini disebabkan makin banyak perspektif yang digunakan akan makin intensif pemeriksaan terhadap data atau makin luas cakupan persoalan dalam hal tim peneliti saling berkolaborasi dalam meneliti kelasnya masing-masing; (2) Validitas dan reliabilitas, yaitu keterlibatan orang lain akan mempermudah penyelidikan terhadap satu persoalan dari sudut yang berbeda, mungkin dengan menggunakan teknik penelitian yang berbeda (yaitu menggunakan trianggulasi); dan (3) Motivasi yang timbal lewat dinamika kelompok yang benar, di mana bekerja sebagai anggota tim lebih bersemangat daripada bekerja sendiri.

Kelemahan terbesar PTK kolaboratif terkait dengan sulitnya mencapai keharmonisan kerjasama antara orang-orang yang berlatar belakang yang berbeda. Hal ini dapat dipecahkan dengan membicarakan aturan-aturan dasar (Wallace, 1998: 210), seperti yang tersirat dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: Apa yang akan kita lakukan? Mengapa kita menangani masalah ini? (Apakah kita memiliki motivasi yang sama, atau motivasi yang berbeda?) Bagaimana kita akan melakukannya? (Siapa melakukan apa dan kapan?) Berapa banyak waktu masing-masing dari kita akan siap dihabiskan untuk keperluan ini? Berapa sering kita akan bertemu, di mana dan kapan? Apa hasil akhir yang diharapkan? (Suatu ceramah atau artikel; atau sekadar pengalaman yang sama?)



Oleh : Prof. Dr. Suwarsih Madya


IKLAN

CV ZAIF ILMIAH (BIRO JASA PEMBUATAN PTK, KARYA ILMIAH, PPT PEMBELAJARAN, RPP, SILABUS, DLL))

Ingin membuat PTK tapi merasa sulit????

Ingin membuat Karya Ilmiah tetapi kesusahan???
Ingin membuat presentasi powerpoint untu pembelajaran merasa sulit dan gaptek?????

Ingin membuat RPP dan silabus serta perangkat pembelajaran tetapi susah?????

Kini tidak usah bingung lagi ada Pak Zaif yang siap membantu berbagai kesulitan dan kesusahan yang anda hadapi di bidang pendidikan di CV Zaif Ilmiah semua masalah anda di bidang pendidikan akan dibantu, ingin membuat PTK saya bantu, membuat Karya Ilmiah saya bantu, membuat berbagai perangkat pembelajaran saya bantu untuk info lebih lanjut hubungi Contact Person 081938633462

INSYA ALLAH semua kesulitan dan kesusahan anda akan ada solusinya jangan lupa hubungi Pak Zaif di nomer 081938633462 ATAU lewat E-mail di zaifbio@gmail.com. DIJAMIN PTK ATAU KARYA ILMIAHNYA BARU LANGSUNG DIBIKINKAN BUKAN STOK LAMA ATAU COPY PASTE SEHINGGA DIJAMIN ORIGINALITASNYA

TERIMA KASIH DAN SALAM GURU SUKSES



PAK ZAIF

Sabtu, 17 Maret 2012

Apa Itu PTK

PENELITIAN TINDAKAN KELAS
(CLASSROOM ACTION RESEARCH)


Apakah Penelitian Tikdakan Kelas (PTK) itu ?



Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan ragam penelitian pembelajaran yang berkonteks kelas yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran.



Berdasarkan jumlah dan sifat perilaku para anggotanya, PTK dapat berbentuk individual dan kaloboratif, yang dapat disebut PTK individual dan PTK kaloboratif. Dalam PTK individual seorang guru melaksanakan PTK di kelasnya sendiri atau kelas orang lain, sedang dalam PTK kaloboratif beberapa orang guru secara sinergis melaksanakan PTK di kelas masing-masing dan diantara anggota melakukan kunjungan antar kelas.



PTK memeliki sejumlah karakteristik sebagai berikut :


Bersifat siklis, artinya PTK terlihat siklis-siklis (perencanaan, pemberian tindakan, pengamatan dan refleksi), sebagai prosedur baku penelitian.


Bersifat longitudinal, artinya PTK harus berlangsung dalam jangka waktu tertentu (misalnya 2-3 bulan) secara kontinyu untuk memperoleh data yang diperlukan, bukan "sekali tembak" selesai pelaksanaannya.


Bersifat partikular-spesifik jadi tidak bermaksud melakukan generalisasi dalam rangka mendapatkan dalil-dalil. Hasilnyapun tidak untuk digenaralisasi meskipun mungkin diterapkan oleh orang lain dan ditempat lain yang konteksnya mirip.


Bersifat partisipatoris, dalam arti guru sebagai peneliti sekali gus pelaku perubahan dan sasaran yang perlu diubah. Ini berarti guru berperan ganda, yakni sebagai orang yang meneliti sekali gus yang diteliti pula.


Bersifat emik (bukan etik), artinya PTK memandang pembelajaran menurut sudut pandang orang dalam yang tidak berjarak dengan yang diteliti; bukan menurut sudut pandang orang luar yang berjarak dengan hal yang diteliti.


Bersifat kaloboratif atau kooperatif, artinya dalam pelaksanaan PTK selalu terjadi kerja sama atau kerja bersama antara peneliti (guru) dan pihak lain demi keabsahan dan tercapainya tujuan penelitian.


Bersifat kasuistik, artinya PTK menggarap kasus-kasus spesifik atau tertentu dalam pembelajaran yang sifatnya nyata dan terjangkau oleh guru; menggarap masalah-masalah besar.


Menggunakan konteks alamiah kelas, artinya kelas sebagai ajang pelaksanaan PTK tidak perlu dimanipulasi dan atau direkayasa demi kebutuhan, kepentingan dan tercapainya tujuan penelitian.


Mengutamakan adanya kecukupan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian, bukan kerepresentasifan (keterwakilan jumlah) sampel secara kuantitatif. Sebab itu, PTK hanya menuntut penggunaan statistik yang sederhana, bukan yang rumit.


Bermaksud mengubah kenyataan, dan situasi pembelajaran menjadi lebih baik dan memenuhi harapan, bukan bermaksud membangun teori dan menguji hipotesis.

Tujuan PTK sebagai berikut :


Memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran yang dilaksanakan guru demi tercapainya tujuan pembelajaran.


Memperbaiki dan meningkatkan kinerja-kinerja pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.


Mengidentifikasi, menemukan solusi, dan mengatasi masalah pembelajaran di kelas agar pembelajaran bermutu.


Meningkatkan dan memperkuat kemampuan guru dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat bagi siswa dan kelas yang diajarnya.


Mengeksplorasi dan membuahkan kreasi-kreasi dan inovasi-inovasi pembelajaran (misalnya, pendekatan, metode, strategi, dan media) yang dapat dilakukan oleh guru demi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran.


Mencobakan gagasan, pikiran, kiat, cara, dan strategi baru dalam pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran selain kemampuan inovatif guru.


Mengeksplorasi pembelajaran yang selalu berwawasan atau berbasis penelitian agar pembelajaran dapat bertumpu pada realitas empiris kelas, bukan semata-mata bertumpu pada kesan umum atau asumsi.

Manfaat PTK


Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan bahan panduan guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Selain itu hasil-hasil PTK yang dilaporkan dapat menjadi bahan artikel ilmiah atau makalah untuk berbagai kepentingan, antara lain disajikan dalam forum ilmiah dan dimuat di jurnal ilmiah.


Menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya, dan atau tradisi meneliti dan menulis artikel ilmiah di kalangan guru. Hal ini telah ikut mendukung professionalisme dan karir guru.


Mampu mewujudkan kerja sama, kaloborasi, dan atau sinergi antar-guru dalam satu sekolah atau beberapa sekolah untuk bersama-sama memecahkan masalah pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran.


Mampu meningkatkan kemampuan guru dalam menjabarkan kurikulum atau program pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan kelas. Hal ini memperkuat dan relevansi pembelajaran bagi kebutuhan siswa.


Dapat memupuk dan meningkatkan keterlibatan , kegairahan, ketertarikan, kenyamanan, dan kesenangan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas yang dilaksanakan guru. Hasil belajar siswa pun dapat meningkatkan.


Dapat mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik, menantang, nyaman, menyenangkan, dan melibatkan siswa karena strategi, metode, teknik, dan atau media yang digunakan dalam pembelajaran demikian bervariasi dan dipilih secara sungguh-sungguh.

Prosedur Pelaksanaan PTK



1. Menyusun proposal PTK. Dalam kegiatan ini perlu dilakukan kegiatan pokok, yaitu; (1) mendeskripsikan dan menemukan masalah PTK dengan berbagai metode atau cara, (2) menentukan cara pemecahan masalah PTK dengan pendekatan, strategi, media, atau kiat tertentu, (3) memilih dan merumuskan masalah PTK baik berupa pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan masalah dan cara pemecahannya, (4) menetapkan tujuan pelaksanaan PTK sesuai dengan masalah yang ditetapkan, (5) memilih dan menyusun persfektif, konsep, dan perbandingan yang akan mendukung dan melandasi pelaksanaan PTK, (6) menyusun siklus-siklus yang berisi rencana-rencana tindakan yang diyakini dapat memecahkan masalah-masalah yang telah dirumuskan, (7) menetapkan cara mengumpulkan data sekaligus menyusun instrumen yang diperlukan untuk menjaring data PTK, (8) menetapkan dan menyusun cara-cara analisis data PTK.



2. Melasanakan siklus (rencana tindakan) di dalam kelas. Dalam kegiatan ini diterapkan rencana tindakan yang telah disusun dengan variasi tertentu sesuai dengan kondisi kelas. Selama pelaksanaan tindakan dalam siklus dilakukan pula pengamatan dan refleksi. baik pelaksanaan tindakan, pengamatan maupun refleksi dapat dilakukan secara beiringan, bahkan bersamaan. Semua hal yang berkaitan dengan hal diatas perlu dikumpulkan dengan sebaik-baiknya.



3. Menganalisis data yang telah dikumpulkan baik data tahap perencanaan, pelaksnaan tindakan, pengamatan, maupun refleksi. Analisis data ini harus disesuaikan dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Hasil analisis data ini dipaparkan sebagai hasil PTK. Setelah itu, perlu dibuat kesimpulan dan rumusan saran.



4. Menulis laporan PTK, yang dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan menganalisis data. Dalam kegiatan ini pertama-tama perlu ditulis paparan hasil-hasil PTK. Paparan hasil PTK ini disatukan dengan deskripsi masalah, rumusan masalah, tujuan, dan kajian konsep atau teoritis. Inilah laporan PTK.


IKLAN

CV ZAIF ILMIAH (BIRO JASA PEMBUATAN PTK, KARYA ILMIAH, PPT PEMBELAJARAN, RPP, SILABUS, DLL))

Ingin membuat PTK tapi merasa sulit????

Ingin membuat Karya Ilmiah tetapi kesusahan???
Ingin membuat presentasi powerpoint untu pembelajaran merasa sulit dan gaptek?????

Ingin membuat RPP dan silabus serta perangkat pembelajaran tetapi susah?????

Kini tidak usah bingung lagi ada Pak Zaif yang siap membantu berbagai kesulitan dan kesusahan yang anda hadapi di bidang pendidikan di CV Zaif Ilmiah semua masalah anda di bidang pendidikan akan dibantu, ingin membuat PTK saya bantu, membuat Karya Ilmiah saya bantu, membuat berbagai perangkat pembelajaran saya bantu untuk info lebih lanjut hubungi Contact Person 081938633462

INSYA ALLAH semua kesulitan dan kesusahan anda akan ada solusinya jangan lupa hubungi Pak Zaif di nomer 081938633462 ATAU lewat E-mail di zaifbio@gmail.com. DIJAMIN PTK ATAU KARYA ILMIAHNYA BARU LANGSUNG DIBIKINKAN BUKAN STOK LAMA ATAU COPY PASTE SEHINGGA DIJAMIN ORIGINALITASNYA

TERIMA KASIH DAN SALAM GURU SUKSES



PAK ZAIF

Jumat, 16 Maret 2012

Langkah-Langkah PTK


Anda telah mempelajari bahwa PTK dilaksanakan melalui tahapan-tahapan yang
dikenal dengan istilah siklus (daur). Siklus / daur dalam PTK meliputi 4 tahap, yaitu
perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi
(reflecting).
Perencanaan
Refleksi
Pelaksanaan
Pengamatan
Gambar 1. Tahap-Tahap dalam PTK
Keempat tahap tersebut merupakan suatu siklus atau daur, sehingga setiap tahap
akan selalu berulang kembali. Hasil refleksi dari siklus sebelumnya yang telah
dilakukan akan digunakan untuk merevisi rencana atau menyusun perencanaan
berikutnya, jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki proses
pembelajaran atau belum berhasil memecahkan masalah yang menjadi kerisauan
guru. Namun, tahapan tersebut selalu didahului oleh suatu tahapan pra PTK yaitu
identifikasi masalah, analisis masalah, perumusan masalah, dan perumusan hipotesis
tindakan.
a. Identifikasi masalah
Salah satu ciri PTK adalah munculnya masalah memang dirasakan oleh guru sebagai
sesuatu yang masih sulit dipecahkan, namun guru menyadari bahwa ada sesuatu yang
perlu diperbaiki guna memecahkan masalah tersebut. Agar Anda dapat merasakan
Drs. Sunyono, M.Si.
6

adanya masalah dan mampu mengungkap masalah tersebut, maka Anda sebagai
seorang guru dituntut untuk jujur pada diri sendiri dan menyadari bahwa pembelajaran
yang dikelola merupakan bagian penting dari dunia Anda.
Identifikasi masalah dilakukan dengan mencari masalah-masalah yang muncul di
kelas. Jika telah ditemukan, maka sebaiknya dituliskan semua.
Contohnya:
• Rata-rata hasil tes siswa pada tahun sebelumnya selalu rendah < 5,0
• Kemampuan berfikir rasional siswa sangat lemah.
• Tingkat kehadiran siswa rendah (setiap kali pertemuan lebih dari 3 orang bolos
tanpa izin).
• Siswa kurang aktif dan cenderung pasif, setiap diberi pertanyaan tidak satupun
siswa berani menjawabnya. Demikian juga, setiap diberi kesempatan bertanya,
tidak satupun siswa yang berani untuk bertanya.
• Siswa tidak dapat melihat hubungan antara topik yang satu dengan lainnya.
• Perhatian siswa cenderung tidak fokus.
• Kegiatan praktikum tidak pernah dilakukan, karena keterbatasan alat dan bahan.
• Sebagian besar (40 %) siswa berasal dari keluarga tidak mampu (ekonomi lemah).
• Siswa kurang dapat mengaitkan isi pelajaran dengan keadaan alam sekitarnya.
• Kurangnya dukungan orang tua terhadap belajar anak.
• Siswa kurang terampil, jika diberi tugas mengerjakan sebuah keterampilan.
b. Analisis masalah dan perumusan masalah
Setelah masalah di kelas berhasil Anda identifikasi, selanjutnya lakukanlah analisis
dengan instrospeksi diri melalui pertanyaan-pertanyaan:
1. Mengapa hasil belajar dan peran serta siswa dalam pembelajaran selalu rendah ?
2. Apakah cara mengajar saya yang kurang menarik ?
3. Apakah contoh-contoh yang selalu saya berikan kurang konkrit dan sulit diterima
siswa?
4. Apakah saya dalam mengajar menggunakan istilah-istilah yang sulit dipahami
siswa?
5. Apakah nada suara saya tidak bisa didengar oleh siswa ? Dan sebagainya.
Dari pertanyaan tersebut, lalu pikirkanlah apa yang harus anda lakukan untuk
mengatasi masalah-masalah di atas, lalu seleksi masalah mana yang paling mungkin
dilakukan dan dipecahkan melalui PTK?. Perhatikan rambu-rambu dalam merancang
Drs. Sunyono, M.Si.
7

PTK dengan melihat bidang yang layak dijadikan fokus PTK. Bidang tersebut adalah
yang:
1. melibatkan proses belajar dan mengajar.
2. ditangani oleh guru
3. sangat menarik minat guru
4. ingin diubah / diperbaiki dan mudah dilakukan oleh guru melalui PTK.
Masalah yang berhasil dianalisis mungkin lebih dari satu dan masih cukup luas untuk
dikaji. Oleh sebab itu, guru perlu memfokuskan perhatiannya pada masalah yang
mungkin dapat dipecahkan dengan PTK. Selanjutnya, masalah tersebut perlu
dirumuskan yang pada umumnya dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya dari contoh
masalah yang berhasil diidentifikasi di atas, masalah ekonomi orang tua, dukungan
orang tua, keterbatasan alat dan bahan, dan tidak layaknya prasarana adalah
masalah-masalah yang tidak mudah dipecahkan dengan PTK.
Contoh rumusan masalah:
• Apakah penerapan metode eksperimen berbasis lingkungan dapat meningkatkan
aktivitas siswa kelas X SMA Swadhipa Natar dalam belajar kimia?
• Tugas dan bahan ajar yang bagaimana yang dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa kelas VII SMP ”SS” Gunungmadu dalam belajar Bahasa Inggris?
• Bagaimana pengembangan pembelajaran berbasis PBL (Problem Based Learning)
pada mata pelajaran IPS untuk kelas V SDN 04 Bandar Lampung?
c. Perumusan hipotesis tindakan
Setelah masalah dirumuskan, guru perlu menyusun rencana tindakan dengan terlebih
dahulu merumuskan hipotesis tindakan. Hipotesis tindakan adalah dugaan guru
tentang cara yang dianggap terbaik dalam mengatasi masalah. Hipotesis ini disusun
berdasarkan kajian berbagai teori, hasil penelitian yang pernah dilakukan dan relevan,
diskusi dengan teman sejawat, serta refleksi pengalaman sendiri sebagai guru.
Contoh:
1. Penerapan metode eksperimen berbasis lingkungan pada pembelajaran kimia
kelas X SMA Swadhipa Natar dapat meningkatkan aktivitas siswa baik dalam
pembelajaran maupun dalam eksperimen kimia.
2. Tugas akan lebih menantang dan berhasil dalam meningkatkan motivasi belajar
siswa kelas VII SMP ”SS” Gunungmadu dalam belajar Bahasa Inggris, jika
Drs. Sunyono, M.Si.
8

materi tugasnya diambil dari buku pelajaran yang dimiliki siswa atau dari
lingkungan kehidupan siswa sehari-hari.
3. Penerapan PBL pada mata pelajaran IPS akan lebih menarik dan dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa kelas V SDN 04 Bandar Lampung , jika
disajikan melalui diskusi dan masalah yang di bahas adalah masalah yang
masih hangat dan terkait dengan kehidupan sehari-hari atau dari lingkungan
siswa.
Berangkat dari hasil pelaksanaan pra-PTK, maka perancangan PTK dapat kita buat,
melalui tahapan-tahapan dalam PTK
B1. Perencanaan tindakan
Berdasarkan masalah dan hipotesis tindakan yang telah berhasil dirumuskan,
selanjutnya susunlah perencanaan tindakan untuk menguji secara empiris hipotesis
tindakan yang telah ditentukan di atas. Rencana tindakan ini mencakup seluruh
langkah tindakan secara rinci. Tuliskanlah rencana tindakan yang diperlukan untuk
melaksanakan PTK, mulai dari materi / bahan ajar, silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang mencakup metode / teknik mengajar, sampai pada instrumen
pengamatan (observasi) dan evaluasi.
Contoh ilustrasi
Bapak Yamin, seorang guru Kelas IV SDN 01 Endangrejo Lampung Tengah telah
berhasil mengidentifikasi masalah yang terjadi pada pembelajaran IPA di kelasnya dan
berhasil merumuskan masalah sebagai berikut: ”Apakah pembelajaran dengan metode
eksperimen pola SEQIP pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan aktivitas dan
penguasaan materi siswa kelas IV SD 01 Endangrejo?”. Kemudian Pak Yamin,
merumuskan alternatif tindakan untuk memecahkan masalah tersebut dan
merumuskan hipotesis tindakan (jawaban sementara terhadap masalah tersebut) yaitu
”Pembelajaran IPA Kelas IV SD dengan menggunakan metode eksperimen pola
SEQIP dapat meningkatkan aktivitas dan penguasaan materi IPA siswa”. Selanjutnya,
Pak Yamin melakukan persiapan dan perencanaan untuk melaksanakan PTK di
kelasnya. Perncanaan yang disusun Pak Yamin adalah:
• menetapkan materi pokok pada mata pelajaran IPA yang menjadi sumber
masalah rendahnya hasil belajar siswa.
• menetapkan rencana siklus tindakan, yaitu PTK akan dilakukan dalam tiga
siklus tindakan.
• menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Drs. Sunyono, M.Si.
9

• menyusun bahan ajar berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang berisi
eksperimen pola SEQIP.
• menyusun alat (instrumen) observasi baik untuk siswa maupun untuk guru
peneliti.
• menyusun rencana evaluasi (tes hasil belajar) untuk melihat tingkat
penguasaan materi siswa pada tiap siklusnya.
B2. Pelaksanaan tindakan
Pada tahap ini merupakan tahap implementasi (pelaksanaan) dari semua rencana
tindakan yang telah dibuat. Strategi dan skenario pembelajaran yang telah ditetapkan
pada perencanaan harus benar-benar diterapkan dan mengacu pada kurikulum yang
berlaku. Tentu saja rencana tindakan di atas harus sudah ”dilatihkan” kepada
pelaksana tindakan (guru peneliti) untuk dapat dilaksanakan di kelas agar sesuai
dengan skenario pembelajaran yang dibuat. Pada PTK yang dilakukan oleh guru,
pelaksanaan tindakan ini umumnya dilakukan dalam waktu antara 2 sampai 3 bulan,
dengan jumlah siklus tertentu. Waktu dan jumlah siklus yang dilakukan tersebut
dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan sajian beberapa materi pokok dari mata
pelajaran tertentu. Contoh berikut menyajikan ringkasan skenario pembelajaran yang
akan dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan.
Contoh: Ibu Rini, guru SMP Sriwijaya Natar telah merancang sebuah skenario
pembelajaran dalam rangka perbaikan kualitas proses pembelajrannya. Secara
ringkas, Ibu Rini telah merancang penerapan metode diskusi dan pemberian tugas
dalam pembelajaran mata pelajaran IPS untuk semester 2 kelas VII selama 3 siklus.
Format tugas dari ibu Rini dalam pembelajarannya: pembagian kelompok kecil sesuai
jumlah materi pokok, pilih ketua, sekretaris, dll, oleh dan dari anggota kelompok,
membagi topik bahasan kepada kelompok dengan cara random (acak) dan
menyenangkan.
Kegiatan kelompok: mengumpulkan bacaan, melalui diskusi anggota kelompok bekerja
/ belajar memahami materi, menuliskan hasil diskusi pada OHT (disediakan guru,
setiap kelompok 3 lembar plastik OHT) untuk persiapan presentasi.
Presentasi dan diskusi pleno: masing-masing kelompok menyajikan hasil kerjanya /
diskusinya dalam pleno kelas, Ibu Rini (guru) bertindak sebagai moderator, siswa
melakukan diskusi, mengambil kesimpulan sebagai hasil pembelajaran.
Jenis data yang dikumpulkan Ibu Rini: makalah kelompok, lembar OHT hasil kerja
kelompok, siswa yang aktif berdiskusi, peran guru dalam pembelajaran yang dinilai
Drs. Sunyono, M.Si.
10

oleh observer (teman sejawat yang juga guru IPS), dan catatan lapangan selama
proses pembelajaran berlangsung.
B3. Tahap pengamatan / observasi
Tahap pengamatan / observasi ini sebenarnya berjalan bersamaan dengan tahap
pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini, guru sebagai peneliti melakukan pengamatan
dan mencatat semua hal-hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan
berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan lembar /
instrumen observasi / evaluasi yang telah disusun. Termasuk juga pengamatan secara
cermat pelaksanaan skenario pembelajaran dari waktu ke waktu dan dampaknya
terhadap proses dan hasil belajar siswa. Data yang dikumpulkan dapat berupa data
kuantitatif (hasil tes, ulangan harian, presentasi, nilai tugas, dll), tetapi juga data
kualitatif yang menggambarkan keaktivan siswa, partisipasi siswa dalam pembelajaran,
kualitas diskusi, dan lain-lain. Lembar pengamatan yang disusun bergantung dari data
apa yang akan dikumpulkan, misalnya guru peneliti akan mengkaji aktivitas siswa
dalam pembelajaran, guru dapat mengamati aktivitas Off Task (yaitu aktivitas yang
tidak dikehendaki) atau aktivitas On Task (yaitu aktivitas siswa yang diinginkan).
Contoh instrumen aktivitas Off Task:
Jumlah Siswa tiap siklus
No
Komponen Off Task
Siklus 1
Siklus 2
Dst
Jlh
%
Jlh
%
Jlh
%
1
Ngobrol
2
Mengganggu Teman
3
Keluar Masuk Kelas
4
Melamun / Mengantuk
5
Mainan HP, dsb.
Contoh instrumen aktivitas On Task:
Siklus I
Siklus 2
dst
No
Aspek Aktivitas
Jlh % Jlh
%
1
Bertanya pada guru
2.
Menjawab pertanyaan guru
3
Menjawab pertanyaan dari teman
4
Memberikan pendapat dalam diskusi
6
Ketepatan mengumpulkan tugas, dsb
Petunjuk: Berilah tanda () di bawah skor 5 apabila anda anggap bahwa cara
melakukan aspek aktivitas sangat tepat, skor 4 bila tepat, skor 3 bila agak
tepat, skor 2 bila tidak tepat, dan skor 1 bila sangat tidak tepat atau tidak
dilakukan untuk setiap pernyataan di bawah ini!
Contoh instrumen pengamatan terhadap guru yang mengajar disajikan berikut:
Drs. Sunyono, M.Si.
11

No
Aspek yang Diamati
TA
K
A
A.
Pendahuluan
1.
Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
2.
Menghubungkan dengan pelajaran yang lalu
3.
Menghubungkan materi dengan lingkungan sehari-hari untuk memotivasi siswa
B.
Kegiatan Inti
1.
Menguasai materi pelajaran dengan baik
2.
Ksesuaian materi yang di bahas dengan indikator
3.
Berperan sebagai fasilitator
4.
Mengajukan pertanyaan pada siswa
5.
Memberi waktu tunggu pada siswa untuk menjawab pertanyaan
6.
Memberi kesempatan siswa untuk bertanya
7.
Menguasai penggunaan alat dan bahan praktik
8.
Memberikan bimbingan pada kegiatan praktikum
9.
Kejelasan menyajikan konsep
10.
Memberi contoh konkrit penerapan kimia dalam kehidupan sehari-hari dan
terkait dengan teknologi
11.
Memberi motivasi dan penguatan
C.
Penutup
1.
Membimbing siswa diskusi dan membuat kesimpulan
2.
Mengaitkan materi dengan pelajaran yang akan datang
3.
Memberi tugas pada siswa
4.
Mengadakan evaluasi
Keterangan: TA = tidak ada (tidak dilakukan), A = Ada (dilakukan), K = (kurang dilakukan).
Anda masih dapat mengembangkan lagi instrumen-instrumen observasi lain,
bergantung pada data yang ingin Anda dapatkan untuk menguji hipotesis dan
menjawab permasalahan. Selain instrumen-instrumen observasi yang bersifat
terstruktur tersebut, observasi juga dapat dilakukan dengan instrumen terbuka,
misalnya dengan menggunakan catatan lapangan atau dengan cara wawancara.
Dalam tahap observasi ini, guru bisa dibantu oleh pengamat (observer) dari luar yaitu
teman sejawat atau pakar, disarankan agar teman sejawat yang menjadi observer
adalah yang bidang studinya sama atau serumpun. Dengan kehadiran observer dari
luar ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Observer ini hanya
bertindak membantu melakukan pengamatan dan tidak boleh terlibat terlalu jauh dalam
pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh guru peneliti.
Data yang telah dikumpulkan hendaknya dicek untuk mengetahui keabsyahannya
dengan teknik tertentu, misalnya teknik triangulasi, membandingkan data yang
diperoleh dengan data sebelumnya, atau membandingkan data yang diperoleh dengan
kriteria tertentu (indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh peneliti sendiri) atau
kriteria yang telah baku (misalnya nilai standar UN), dan sebagainya.
Contoh indikator yang ditetapkan oleh peneliti:
”Penelitian tindakan kelas ini berhasil, apabila terjadi peningkatan aktivitas dan hasil
belajar siswa pada setiap siklusnya dan lebih dari 80 % siswa memperoleh nilai ≥ 70,
baik nilai kognitif maupun psikomotor”.
Drs. Sunyono, M.Si.
12

B4. Tahap refleksi
Dengan dibantu oleh hasil analisis data, guru merenungkan diri: mengapa satu
kejadian berlangsung? dan mengapa seperti itu kejadiannya?. Guru juga merenung:
mengapa satu usaha perbaikan berhasil dan mengapa usaha yang lain gagal?.
Dengan melakukan refleksi, guru akan dapat menetapkan apa yang telah dicapai dari
PTK yang dilakukannya, apa yang belum dapat dicapai, dan apa yang masih perlu
diperbaiki lagi pada pembelajaran berikutnya. Refleksi dalam PTK mencakup kegiatan
analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang telah
dilakukan. Hasil refleksi berupa kesimpulan yang mantap dan tajam. Hasil refleksi
digunakan untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai
tujuan PTK. Bila masalah PTK belum tuntas atau indikator belum tercapai, maka PTK
akan dilanjutkan pada siklus berikutnya melalui tahap-tahap yang sama dengan siklus
sebelumnya
C. Menyusun Proposal (Usulan) PTK
Peneliti PTK dalam bentuk kolaborasi dapat terdiri dari dosen LPTK dan guru (TK, SD,
SMP, SMA/SMK). Usulan / proposal PTK merupakan langkah awal dari kegiatan PTK,
sedangkan langkah akhirnya adalah pelaporan PTK dan desiminasi.
Sistematika Usulan PTK
1. Judul.
Judul PTK haruslah dirumuskan secara singkat dan jelas, namun mampu
menggambarkan masalah yang diteliti, tindakan perbaikan, hasil yang diharapkan,
dan tempat penelitian. Judul penelitian hendaknya disusun tidak lebih dari 18 kata,
bahkan ada pihak sponsor yang mensyaratkan jumlah kata pada judul PTK tidak
boleh lebih dari 15 kata.
Contoh judul PTK:
a. Peningkatan Keterampilan Menulis Bahasa Inggris Siswa SMP “SS”
Gunungmadu melalui Pemberian Tugas Terstruktur.
b. Penerapan Metode Eksperimen Kimia Berbasis Lingkungan untuk
Meningkatkan Aktivitas Siswa Kelas X SMA Swadhipa Natar.
c. Pelaksanaan Metode Diskusi dan Pemberian Tugas dalam Meningkatkan Hasil
Belajar IPS Siswa Kelas VII SMP Sriwijaya Natar.
Drs. Sunyono, M.Si.
13

2. Pendahuluan
Bagian ini merupakan bagian yang menjelaskan tentang masalah pembelajaran di
kelas, proses identifikasi masalah, penyebab timbulnya masalah, dan alasan
mengapa masalah itu penting untuk diteliti, atau dengan kata lain bagian ini
menguraikan / menjelaskan Latar Belakang Masalah.
3. Perumusan dan Pemecahan Masalah
a. Perumusan masalah. Pada bagian ini umumnya terdiri dari jabaran tentang
perumusan masalah. Sebaiknya rumusan masalah dibuat dalam bentuk kalimat
tanya. Perhatikan kembali bagian B (b) di atas. Dalam rumusan masalah dapat
dijelaskan definisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan penelitian.
Selanjutnya dicari alternatif pemecahan masalahnya.
b. Pemecahan masalah. Pada bagian ini berisi uraian tentang alternatif tindakan
yang diambil untuk memecahkan masalah. Pendekatan dan konsep yang
digunakan untuk menjawab masalah yang diteliti hendaknya sesuai dengan kaidah
penelitian tindakan kelas (PTK). Cara pemecahan masalah ditentukan berdasarkan
pada akar penyebab timbulnya masalah dalam bentuk tindakan (action) yang jelas
dan terarah.
4. Tujuan dan manfaat penelitian
a. Tujuan: Kemukakan secara singkat tujuan penelitian tindakan kelas yang ingin
dicapai dengan mendasarkan pada rumusan masalah yang telah dikemukakan.
Tujuan penelitian ini berkaitan dengan usaha mencari jawaban apakah tindakan
perbaikan yang kita lakukan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sebagai
ilustrasi dapat dilihat contoh berikut:
Contoh:
Masalah yang dirumuskan: ”Bagaimana penerapan metode diskusi dan pemberian
tugas pada mata pelajaran IPS di kelas VII Semester 2 dalam meningkatkan hasil
belajar siswa?.
Tujuan penelitiannya: 1) Mendiskripsikan cara menerapkan metode diskusi pada
mata pelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2) Mendiskripsikan bagaimana teknik pemberian tugas yang
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Contoh ilustrasi 2.
Penelitian tindakan kelas melalui kolaborasi antara dosen FKIP Unila (Bp. Sunyono)
dengan guru SMA Swadhipa Natar (Ibu Siti Maryatun) dilakukan terhadap kelas X
Drs. Sunyono, M.Si.
14

semester 2 SMA Swadhipa Natar dengan menerapkan metode eksperimen kimia
berbasis lingkungan.
Masalah yang dirumuskan: Apakah penerapan metode eksperimen berbasis
lingkungan dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas X SMA Swadhipa Natar dalam
belajar kimia?
Tujuan penelitiannya: 1) Meningkatkan aktivitas belajar siswa pada saat pembelajaran
kimia di semester 2 kelas X dari siklus ke siklus.
2) Meningkatkan aktivitas psikomotorik (keterampilan) siswa
pada saat eksperimen di laboratorium dari siklus ke siklus.
b. Manfaat Penelitian: Uraikan manfaat PTK ini terhadap kualitas pembelajaran
dan/atau pendidikan, sehingga nampak manfaatnya bagi siswa, guru, sekolah, dan
mungkin juga komponen sekolah lainnya. Lihat pembahasan sebelumnya.
5. Kajian pustaka
Pada bagian ini dicantumkan uraian kajian teori dan pustaka yang relevan dan
menumbuhkan gagasan yang mendasari usulan PTK. Kemukakan juga teori, temuan,
dan hasil penelitian lain yang mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi masalah
yang terjadi pada pembelajaran di kelas. Pada bagian akhir dapat dikemukakan
hipotesis tindakan yang menggambarkan indikator keberhasilan tindakan yang
diharapkan.
Sebagai contoh, seorang guru melakukan PTK dengan menerapkan model
pembelajaran berkelompok (learning together), maka pada kajian pustaka harus jelas
dapat dikemukakan:
a) bagaimana teori learning together itu, siapa saja tokoh-tokoh yang mendukung /
mengemukakan teori tersebut, apa yang spesifik dari teori ini, apa persyaratannya,
dan lain-lain.
b) bagaimana bentuk tindakan yang dilakukan dalam penerapan teori tersebut pada
pembelajaran, strategi pembelajarannya, skenario pembeljarannya, dan
sebagainya.
c) bagaimana keterkaitan atau pengaruh penerapan model pembelajaran tersebut
dengan perubahan yang diharapkan atau terhadap masalah yang akan
dipecahkan, dan hendaknya dijabarkan dari berbagai hasil penelitian yang sesuai.
d) bagaimana prakiraan hasil (hipotesis tindakan) dengan dilakukannya penerapan
model tersebut pada pembelajaran terhadap masalah yang akan dipecahkan.
Drs. Sunyono, M.Si.
15

6. Metode penelitian / Prosedur penelitian
Prosedur penelitian hendaknya dirinci mulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi dan evaluasi, hingga analisis dan refleksi yang bersifat daur ulang atau
siklus tindakan. Tunjukkan juga siklus-siklus tindakan yang hendak dilakukan dengan
menguraikan indikator keberhasilan yang ingin dicapai dalam setiap siklusnya. Jumlah
siklus yang dilakukan bergantung pada kepuasan peneliti, tetapi hendaknya lebih dari
satu siklus dan minimal 2 (dua) siklus tindakan. Perhatikan daur (siklus) PTK berikut:
Rencana
Tindakan
Pelaksanaan
Tindakan
Observasi
Siklus 1
Analisis &
Refleksi
Perbaikan Rencana
Tindakan
Pelaksanaan
Tindakan
Observasi
Analisis &
Refleksi
Siklus 2
DST
7. Jadwal kegiatan penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian meliputi persiapan, pelaksanaan, analisis dan
persiapan siklus berikutnya, penyusunan laporan, dan penyerahan laporan. Jadwal
penelitian sebaiknya dibuat dalam bentuk bar chart dan disusun sesuai dengan waktu
yang ditetapkan.
Drs. Sunyono, M.Si.
16

8. Personalia penelitian
Seluruh tim peneliti yang terlibat harus tercantum dengan jelas, nama, nip, pangkat /
golongan, jabatan, bidang keahlian, alamat sekolah, alamat rumah, telpon, dan tugas
pada pelaksanaan PTK.
9. Biaya penelitian
Berisi rincian pengeluaran biaya penelitian, mulai dari honor/upah peneliti, persiapan,
pelaksanaan (pra observasi, pelaksanaan observasi, analisis data, dll), sampai pada
penyusunan laporan.
10. Daftar Pustaka
Semua pustaka yang dirujuk guna mendukung penelitian yang dilaksanakan harus
dituliskan pada bagian ini. Daftar pustaka ditulis secara konsisten mengikuti urutan
abjad dan mengikuti aturan tertentu, misalnya American Psychology Association
(APA).
• Untuk buku teks: Nama penulis, Tahun., Judul buku., Penerbit, Kota penerbit.
• Jika sumber bacaan (buku atau lainnya) tidak ada nama penulis, maka nama
penulis diganti dengan sebutan ”Anonim”.
• Untuk Jurnal/Majalah: Nama Penulis, Tahun., Judul Tulisan., Nama jurnal/majalah
(huruf miring), No., Volume.
• Untuk Hasil Penelitian/Laporan Penelitian: Nama Peneliti, Tahun., Judul penelitian,
Jenis penelitian., Sponsor/Sumber dana, Kota.
Contoh:
Anonim., 2005. Pedoman Penyusunan Usulan dan Laporan Penelitian Tindakan
Kelas Tahun Anggaran 2006. Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. Jakarta.
Duffy, D.G., Show, S.A., Bare, W.D., and Goldsby, K.A., 1995. More Chemistry in a
Soda Bottle, A Conversation of Mass Activity., Journal of Chemical
Education, 72 (8), 734 – 736.
Heri Purwanto., 2001. Pembinaan Tutor Sebaya sebagai Upaya Peningkatan
Kemampuan Kognitif Mahasiswa dalam Proses Pembelajaran Fisika Dasar I di
Jurusan Fisika FMIPA UNS., Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional
Inovasi Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Sunyono, 2005., Optimalisasi Pembelajaran Kimia pada Siswa Kelas XI Semester 1
SMA Swadhipa Natar melalui Penerapan Metode Eksperimen Menggunakan
Bahan yang Ada di Lingkungan., Laporan Hasil Penelitian (PTK), Dit.PPTK &
KPT Ditjen Dikti, 2005.
Vossen, H., 1986. Kompendium Didaktik Kimia., Penerbit: CV. Remaja Karya.
Bandung.
Drs. Sunyono, M.Si.
17

Mohammad,
T.,
2004.
Mengapa
Mengantuk
Saat
Belajar?.
http//www.myschoolnet.ppk.kpm.my/laman_map/belajar/belajar02/htm.,
Diakses tanggal 23 Juli 2007.
11. Lampiran
Pada bagian beisi lampiran-lampiran yang diperlukan untuk mendukung usulan PTK,
umunya meliputi:
1. Instrumen Observasi dan Evaluasi
2. Rancangan Pembelajaran (Silabus dan RPP)
3. Curriculum Vitae Semua Tim Peneliti (jika kelompok)
4. Lain-lain yang dianggap perlu.